Liputan6.com, Jakarta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan pengusaha pembangkit listrik (Independent Power Producer/IPP) sebaiknya berganti bisnis jika ingin mendapat keuntungan besar ketimbang menjalani kegiatan usaha jual beli listrik.
Jonan mengatakan, kontrak jual beli listrik antara perusahaan pembangkit dengan PT PLN (Persero) biasanya berlangsung dalam jangka panjang 30 tahun. Dengan skema tersebut, maka sudah ada kepastian keuntungan dalam bisnis listrik.
Advertisement
Baca Juga
"Misalkan pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) kontraknya 20 sampai 30 tahun," kata Jonan, dalam Desiminasi RUPTL PLN 2018-2027, di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Kamis (23/3/2018).
Menurut Jonan, dengan kontrak jual beli listrik yang panjang tersebut, sebaiknya pengusaha tidak perlu mengambil keuntungan yang terlalu besar. Jika tetap ingin untung besar, dia menyarankan pengusaha tersebut beralih ke bisnis lain yang untungnya besar.
"Kalau mau untung besar jangan jadi IPP, yang lainnya seperti currency player atau bound trader saja," tutur Jonan.
Menurut Jonan, pemerintah ingin produksi listrik harus mempertimbangkan kemampuan konsumen, sehingga harga listrik terjangkau masyarakat. Sebab itu perlu diatur biaya produksi listrik agar tidak membuat tarif listrik naik.
"Waktu saya baru jadi Menteri, satu yang saya kritik keras sektor ini tidak berdasarkan kemampuan pelanggan, tapi berdasarkan kemampuan produsen," tandasnya.
Tonton Video Pilihan Ini:
Mega Proyek Listrik 35 Ribu MW Sudah Berjalan 3 Tahun, Apa Hasilnya?
Pemerintah terus mengejar target proyek listrik 35 ribu MW (Mega Watt) hingga 2019. Proyek jumbo tersebut dibangun untuk memenuhi kebutuhan listrik seiring dengan perbaikan ekonomi Indonesia.
Lalu bagaimana perkembangan program listrik 35 ribu MW yang sudah dicanangkan sejak Mei 2015 tersebut?
Kepala Satuan Komunikasi Korporat PT PLN (Persero), I Made Suprateka mengatakan, hingga Maret 2018, pembangkit listrik bagian dari 35 ribu MW yang sudah beroperasi memasok listrik mencapai 1.504 MW. Sedangkan yang telah masuk tahap konstruksi proyek pembangkit mencapai 48 persen atau setara dengan 16.994 MW.
Sementara itu, untuk tahapan kontrak telah mencapai 35 persen atau setara dengan 12.693 MW. Tahapan pengadaan tinggal 10 persen atau setara dengan 3.414 MW, dan tahapan perencanaan hanya menyisakan 3 persen saja.
"Dari data tersebut, terlihat bahwa kemajuan kontrak dan konstruksi melejit, dengan angka yang cukup signifikan di mana sebagian besar merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang memang membutuhkan waktu konstruksi kurang lebih 3 sampai 5 tahun," kata Made, di Jakarta, Kamis (22/3/2018).
Selain pembangunan pembangkit, proyek listrik 35 ribu MW juga membangun jaringan transmisi dan Gardu Induk (GI) yang berfungsi untuk menyalurkan listrik ke pelanggan. Hingga akhir Februari 2018, sebanyak 9.617 kilometer sirkit (kms) jaringan transmisi telah beroperasi. Sisanya 20.620 kms sedang dalam tahap konstruksi, dan 16.553 dalam tahap prakonstruksi.
“Capaian transmisi yang beroperasi mencapai 21 persen dari total 46 ribu kilometer yang harus dibangun. Dan 44 persen dalam tahap pengerjaan. Ini menggembirakan karena begitu pembangkit siap operasi, transmisi sudah siap terlebih dahulu,” terang Made.
Untuk Gardu Induk (GI), dari 109.459 Mega Volt Amper (MVA) yang ditargetkan, PLN telah mengoperasikan 37.628 MVA. Kemudian 38.289 MVA masih dalam tahap konstruksi, dan 33.542 dalam tahap pra konstruksi.
“Ini lebih bagus lagi, karena sudah lebih dari 30 persen beroperasi. Sama seperti transmisi, GI ini juga penting dalam proses mengalirkan listrik dari pembangkit-pembangkit listrik 35 ribu MW nanti,” tutur Made.
Advertisement