Harga Minyak Melonjak Tersengat Kekhawatiran Geopolitik Suriah

Harga minyak naik ke level tertinggi dalam tiga tahun. Hal itu didorong sentimen Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memperingatkan Rusia soal aksi militer di Suriah.

oleh Agustina Melani diperbarui 12 Apr 2018, 06:00 WIB
Diterbitkan 12 Apr 2018, 06:00 WIB
20151007-Ilustrasi Tambang Minyak
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak melonjak ke level tertinggi dalam tiga tahun. Hal itu didorong sentimen Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memperingatkan Rusia soal aksi militer di Suriah.

Harga minyak Brent dan West Texas Intermediate (WTI) kompak menguat ke level tertinggi sejak 2014. Hal itu didorong kekhawatiran geopolitik dan persediaan minyak mentah AS.

"Sebuah laporan persediaan yang turun langsung diimbangi dengan ada kabar rudal dicegah oleh Riyadh menambah lonjakan ketegangan geopolitik baru-baru ini,” ujar Anthony Headrick, Analis CHS Hedging LLC.

Harga minyak mulai reli usai Trump mengancam menembakkan rudal ke Suriah. AS dan sekutunya telah mempertimbangan serangan udara usai dugaan serangan gas beracun pada akhir pekan lalu.

Harga minyak terus menguat usai Al Arabiya melaporkan kalau pasukan pertahanan udara Arab Saudi mencegah serangan rudal.

Harga minyak Brent pun naik USD 1,02 ke posisi USD 72,06 per barel usai sentuh level tertinggi USD 73,09. Sementara itu, harga minyak AS naik USD  1,31 atau sekitar dua persen ke posisi USD 66,82 per barel. Harga minyak WTI sempat ditransaksikan di posisi USD 67,45.

Sejumlah maskapai besar pun mengubah rute usai desakan badan kontrol lalu lintas udara Eropa terutama pesawat yang terbang di Mediterania Timur lantaran kemungkinan serangan udara di Suriah.

Trump telah kritik Moskow karena berdiri untuk Presiden Suriah Bashar al-Assad. "Rusia berjanji akan menembah jatuh dan semua rudal ditembakkan ke Suriah. Bersiaplah Rusia karena mereka akan datang, "tulis Trump di Twitter, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (12/4/2018).

Suriah bukan produsen minyak yang signifikan. Akan tetapi konfilik di kawasan itu memicu kekhawatiran aliran minyak mentah di Timur Tengah yang lebih luas.

 

Persediaan Minyak AS juga Jadi Kekhawatiran

20151007-Ilustrasi Tambang Minyak
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Laporan rudal di Riyadh pun menambah kekhawatiran. Kemungkinan AS dapat memperbaharui sanksi terhadap Iran.

Kepala Riset Commerzbank, Eugen Weinberg mengatakan, kalau secara fundamental tidak membenarkan harga minyak saat ini. Namun pasar lebih focus pada politik dan mengabaikan peringatan terutama kenaikan produksi minyak AS.

Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih mengatakan, kalau pihaknya tidak akan membiarkan pasokan dari negara lain menambah pasokan global. OPEC akan terus menahan pasokan.

Analis menuturkan, tak semua indikator dapat menunjang penguatan harga minyak. Persediaan minyak mentah AS naik 3,3 juta barel hingga 6 April. Pasokan tersebut mengejutkan usai analis perkirakan penurunan 189 ribu barel minyak.

“Terlepas dari lonjakan harga minyak usai rudal di Riyadh, pasar tetap fokus pada fundamental,” ujar Analis Interfax Energy Abhishek Kumar.

Ia menambahkan, pelaku pasar akan memantau profil produksi minyak AS.  Pelaku pasar juga menanti hasil pertemuan OPEC pada Juni.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya