Liputan6.com, Jakarta Komisi IV DPR RI meminta pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) menghilangkan ego sektoral untuk menyelesaikan permasalahan tingginya harga bawang putih. Saat ini harga komoditas tersebut masih berada di atas Rp 35 ribu per kilogram (kg).
Wakil Ketua Komisi IV DPR, Michael Wattimena menilai selama ini masih ada ego sektoral antara kedua kementerian tersebut, khususnya yang menyangkut soal bawang putih.
Baca Juga
Menurut dia, hal ini terlihat dari ada peraturan yang berbeda, yaitu antara Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 16 Tahun 2017 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 43 Tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura.
Advertisement
"Menurut hemat kami konten di dalamnya tidak saling mendukung kegiatan dua kementerian yang ada," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (26/4/2018).
Menurut dia, dalam Permendag mengatur dan mendata lalu lintas impor dan distribusi produk holtikultura, termasuk bawang putih.
Sedangkan, Permentan mewajibkan para impotir melakukan pengembangan penanaman bawang putih dalam negeri dengan ketentuan bisa menghasilkan 5 persen dari volume permohonan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) per tahun.
"Bila RIPH itu terpenuhi maka para importir dibolehkan mengimpor bawang putih. Sedangkan Kemendag tidak mau begitu. Sebab, impor harus pertimbangkan produksi dalam negeri atau keberadaan bawang putih di pasaran. Kalau memang seperti ini maka menjadi sebuah kesulitan yang sistematis teman-teman importir," ungkap dia.
Dengan melihat konsumsi dalam negeri yang begitu besar, Michael meminta dua kementerian itu duduk bersama untuk membahas masalah ini. Tujuannya adalah agar tidak ada lagi kebijakan yang saling bertentangan.
"Saya tidak memihak kepada Kementan ataupun Kemendag, tetapi coba dicari formatnya supaya ada win-win solution dan tidak ada egosektoral. Kalau mau ikutin emosi, kami akan berpihak pada Kementan. Tapi kita juga tidak mengabaikan kebutuhan masyarakat ke depan yang cukup signifikan," tandas dia.
Â
Importir Keluhkan Kebijakan Tanam Bawang Putih
Pemerintah mengharuskan importir untuk menanam bawang putih sebesar 5 persen dari volume permohonan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) per tahun. Kebijakan ini menuai keluhan dari importir.
Ketua Asosiasi Pengusaha Bawang Putih Indonesia Piko Nyoto juga memastikan jika selama ini pihaknya serius menanam bibit bawang putih. Namun beberapa kendala masih terjadi.
Dia juga menampik dugaan jika importir bawang putih berada di balik melambungnya harga komoditi pertanian tersebut.
Salah satu importir, Purwani mengatakan bukan soal kewajiban penanaman bawang yang menjadi masalah. Melainkan adanya kendala lain, terkait keberadaan lahan.
"Lahan yang produktif diganti menjadi bawang putih. Nah sesuai dengan Permentan yang baru 38 tahun 2018 pasal 33 ayat 1 itu, semua kan dianjurkan lahan baru, untuk ditanam. Tapi lahan baru kondisi alam di Indonesia ini susah," kata dia di Jakarta, seperti dikutip Kamis (26/4/2018).
Purwani mengaku sudah pernah menanam bawang putih. Namun, kendala utama adalah tidak adanya lahan yang untuk ditanami. Ini bahkan tetap terjadi usai pindah ke beberapa lokasi.
Wakil Ketua Komisi IV DPR, Viva Yoga Mauladi meminta pemerintah menyediakan lahan dan bibit bawang putih. Sebab, hal itu menjadi kewajiban pemerintah. "Apa yang diwajibkan pada importir menanam 5 persen kuota itu pemerintah harus mempermudah penyediaan sarana dan prasarana," kata Viva.
Menurut dia, apabila para importir tidak bisa memenuhi hal itu, maka sudah sepantasnya tidak diberikan RIPH. "Kalau ada importir yang memenuhi kewajiban nanti jangan diloloskan RIPH," kata dia.
Ketua Komisi IV Edy Prabowo, mempertanyakan penyebab bawang putih selalu impor dan harganya kerap melambung menjelang hari besar.
Ia menyebut jika DPR saat ini tengah membangun sistem yang akan membedakan mana pelaku pasar yang melakukan penjualan secara benar dan mana yang memainkan harga dan pasokan.
Â
Advertisement