PLN Sebut Kebijakan Harga Batu Bara Khusus Kelistrikan Belum Optimal

Dengan adanya harga batu bara khusus untuk sektor kelistrikan dengan patokan tertinggi sebesar US$ 70 per ton

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 23 Mei 2018, 17:56 WIB
Diterbitkan 23 Mei 2018, 17:56 WIB
Progress Pembangunan Pembangkit Listrik 35.000 MW untuk Indonesia
Progress sebaran pembangkit listrik dan jaringan tranmisi yang telah dibangun PT. PLN demi program 35.000 MW untuk Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta PT PLN (Persero) belum merasakan manfaat keberadaan harga patokan batu bara khusus bagi sektor kelistrikan. Sebab kebijakan tersebut belum sepenuhnya berlaku saat ini.

Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka mengatakan, dengan adanya harga batubara khusus untuk sektor kelistrikan dengan patokan tertinggi sebesar US$ 70 per ton, seharusnya membawa dampak positif terhadap efisiensi yang sedang dilakukan ‎PLN.

"‎Domestic Market Obligation (alokasi batubara dalam negeri) memengaruhi. Sangat besar pengaruhnya. Dengan adanya DMO itu kan sebenarnya saat ini belum efektif diberlakukan,"‎ kata Made, di Jakarta, Rabu (23/5/2018).

Namun menurut Made, saat ini harga batu bara khusus untuk sektor kelistrikan belum bisa dinikmati dengan optimal. Kebijaan tersebut belum berjalan efektif, karena masih ada perhitungan harga batu bara.

"Belum. Makannya hitung-hitungannya kemarin masih belum manis. Implementasinya belum efektif sampai sekarang," ujarnya.

Made mengungkapkan, seharusnya kebijakan tersebut sudah dilaksanakan, setelah terbitnya payung hukum yang tertuang dalam Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1395 KK/30/ MEM /2018 tentang harga penjualan batubara untuk penyediaan listrik untuk kepentingan umum.

"Kan sudah Keputusan Menterinya, tetapi dari sekian banyak perusahaan batu bara akan diperhitungkan dia. Begitu ada Keputusan Menteri itu harusnya implementasinya langsung," tandasnya.

PLN Kurangi Penggunakan Pembangkit yang Pakai BBM

20160330- Progres Pembangun PLTP Unit 5 & 6 di Tompaso-Sulut-Faizal fanani
Tiang pemancang terpasang di pembangunan PLTP Unit 5 & 6 di Tompaso, Sulut, Rabu (30/3). PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) terus mengembangkan energi yang berfokus pada Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

PT PLN (Persero) terus melakukan upaya efisiensi demi menjaga atau bahkan supaya dapat menurunkan tarif listrik. Salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan mengurangi penggunaan temporary power, khususnya pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD).

Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka mengatakan, upaya efisiensi tersebut telah dituangkan dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN Periode 2018-2027 di mana keberadaan pembangkit berbasis bahan bakar minyak (BBM) hanya tinggal 0,4 persen.

Selebihnya PLN akan mengoptimalkan energi dari batu bara 54,4 persen, energi baru terbarukan 23 persen, dan gas sekitar 22,2 persen.

“Kami upayakan menekan biaya pokok produksi dengan memangkas PLTD yang memang sudah bisa digantikan sumber lain. Itu seperti di wilayah Sumatera yang tengah dibangun transmisi lintas Sumatera,” kata Suprateka dalam keterangan tertulis, Jumat (27/4/2018).

Menurut Suprateka, PLTD tetap digunakan tetapi difokuskan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayah 3T (Terpencil, Terluar, Tertinggal) karena tidak terjangkau oleh transmisi pembangkit bertenaga yang murah seperti PLTU.

Dia menambahkan, ‎‎efisiensi terus digencarkan PLN salah satunya dengan memangkas ongkos produksi yang tinggi. Terlebih harga minyak tidak menentu ditambah juga biaya distribusinya sangat mahal seperti ke Papua.

PLN memproyeksikan tahun ini konsumsi BBM masih mencapai sekitar 3 juta kiloliter. Kelak pada tahun 2022, penggunaan BBM akan semakin berkurang menjadi sekitar 500 ribu kiloliter.

Saat ditanya berapa PLTD yang akan dipangkas, Suprateka menjelaskan bahwa acuan efisiensi berdasarkan RUPTL. "Namun jika bisa lebih tinggi lagi, itu tentu akan dilakukan karena biaya BBM untuk PLTD sangat mahal. Tujuannya tentu menjaga bahkan untuk menurunkan tarif listrik," jelas Suprateka.

Langkah PLN memangkas temporary power berbasis PLTD ini tentunya akan berimbas kepada para pelaku usaha kelistrikan yang fokus di PLTD seperti PT Sumberdaya Sewatama, PT Aggreko Energy Services Indonesia, dan PT Kaltimex Energy yang sejak awal bergerak pada penyediaan jasa penyewaan temporary power/genset baik untuk PLN maupun swasta.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya