Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) berharap rupiah bisa terus menguat. Pada perdagangan Senin kemarin, rupiah mampu ke level di bawah 14.000 per dolar AS. setelah dalam beberapa pekan berada di atas level tersebut .
"Ya Alhamdulillah, kemarin kita lihat sudah mulai di bawah 14.000 per dolar AS," ujar dia di Jakarta, Selasa (29/5/2018).
Menurut Jokowi, dirinya terus memerintahkan jajaran menteri terkait untuk berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) agar bisa mengendalikan gejolak rupiah.
Advertisement
Baca Juga
Dia juga mengingatkan jika depresiasi terhadap dolar AS tidak hanya dialami oleh rupiah, melainkan juga mata uang negara lain.
"Dan saya selalu memerintahkan kepada Menko Ekonomi, Menteri Keuangan untuk menyiapkan langkah-langkah yang memang ada di wilayah pemerintah yang konkret, yang real agar bisa juga ikut membantu BI dalam mengendalikan rupiah. Ini fenomena global. Semua negara mengalami. Smeua negara mengalami," kata dia.
Jokowi juga berharap kebijakan yang telah diambil oleh BI bisa membuat rupiah stabil dan memberikan ketenangan bagi pasar.
"Kita harapkan dengan kebijakan-kebijakan moneter yang telah diantispasi dan dilakukan oleh BI, saya kira sangat baik," tandas dia.
Rupiah Bakal di Posisi 13.900-14.000 per Dolar AS pada Juni
Sebelumnya, nilai tukar rupiah diprediksi masih di kisaran 14.000 per dolar Amerika Serikat pada Juni 2018. Kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve masih menjadi sentimen memengaruhi rupiah.
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, menuturkan, rupiah masih akan berada di posisi 13.900-14.000 per dolar AS. Pelaku pasar menanti hasil pertemuan bank sentral Amerika Serikat (AS) pada 12-13 Juni 2018. Diperkirakan, bank sentral AS atau the Federal Reserve akan menaikkan suku bunga 25 basis poin pada pertemuan tersebut.
“Masih ada FOMC. Dari notulensi pada pertemuan Mei cenderung dovish. Pasar perkirakan ada kenaikan suku bunga satu kali lagi pada Juni 2018. Diperkirakan kenaikan suku bunga the Federal Reserve sebanyak tiga kali pada 2018. Ini topang dolar Amerika Serikat,” ujar Josua saat dihubungi Liputan6.com.
Josua menuturkan, rupiah berpeluang sedikit melemah dengan ada sentimen tersebut. Dari dalam negeri, musim pembayaran dividen akan berakhir. Sentimen tersebut akan menopang rupiah sehingga tidak tertekan dalam. Pelaku pasar pun menanti rilis data ekonomi antara lain neraca perdagangan dan transaksi berjalan.
Selain itu, langkah Bank Indonesia (BI) menggelar rapat tambahan pada 30 Mei 2018, dan diperkirakan menaikkan suku bunga sekitar 25 basis poin dinilai akan stabilkan rupiah.
“Kemungkinan menaikkan suku bunga untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Ini juga mengantisipasi hasil pertemuan the Federal Reserve pada 12-13 Juni 2018,” ujar dia.
Josua menambahkan, imbal hasil surat berharga AS diperkirakan naik sehingga menopang dolar AS juga menjadi perhatian BI. Josua menilai, BI memilih menstabilkan nilai tukar rupiah untuk mendorong kestabilan makro ekonomi, meningkatkan kepercayaan pelaku usaha dan investor asing. Selain itu, untuk menciptakan stabilitas makro ekonomi, BI dan pemerintah, menurut Josua harus saling berkoordinasi.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement