Liputan6.com, New York - Sebagian besar pengusaha kaya harus merangkak dari masa-masa sulit hingga akhirnya mencapai kesuksesan di usia dewasa. Salah satunya adalah pendiri perusahaan teknologi Flickr dan Slack, Stewart Butterfield yang sempat mencicipi kehidupan tanpa listrik di masa kecilnya.
Melansir laman BBC, Rabu (27/6/2018), Butterfield menghabiskan lima tahun pertama kehidupannya tinggal berpindah-pindah di Kanada. Itu terjadi setelah ayahnya meninggalkan Amerika Serikat guna melarikan diri dari tugas militer untuk dikirim ke Perang Vietnam.
Advertisement
Baca Juga
Butterfield muda bersama kedua orangtuanya lalu tinggal di kabin kayu di sebuah hutan di British Columbia, Kanada. Selama tiga tahun, Butterfield dan keluarganya tak memiliki aliran listrik maupun saluran air.
"Orangtua saya berpindah dan bertukar budaya. Mereka ingin meninggalkan kampung halaman, tapi ternyata banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Akhirnya kami semua kembali ke kota," terang Butterfield yang awalnya diberi nama Dharma.
Keluarganya lalu pindah ke Victoria, ibukota British Colombia. Di sanalah Butterfield melihat komputer untuk pertama kalinya. Dia berusia 7 tahun kala itu. Tanpa siapapun mengajarinya, Butterfield kecil mulai belajar membuat program.
"Saya berusia tujuh tahun pada 1980, pasti Apple II atau IIE yang Ayah saya belikan kala itu. Saya belajar kode pemrograman dari majalah komputer," terangnya.
Pindah ke Silicon Valley
Dia lantas mengganti namanya dari Dharma menjadi Stewart saat berusia 12 tahun dan belajar membuat permainan komputer dasar. Meski begitu, dia sempat kehilangan ketertarikannya di sekolah menengah atas dan belajar filosopi di University of Victoria.
Pada 1997, dia tengah mencoba meraih gelar profesor di bidang filosopi saat internet benar-benar mulai berkembang. Dia lantas keluar dari kehidupan akademisnya dan memilih pindah ke Silicon Valley.
Kini, Butterfield berusia 46 tahun dan telah mampu mendirikan situs berbagi foto Flickr, dan jasa berkirim pesan untuk bisnis, Slack. Kekayaannya sekarang diprediksi mencapai total USD 650 juta atau setara Rp 9,2 triliun. (USD 1 = Rp 14.154)Mungkin lantaran masa kecilnya yang terbilang tak biasa, dia mengaku mencoba untuk hidup lebih irit.
"Sejujurnya, saya merasa bersalah saat menghabiskan terlalu banyak uang. Sebagai warga Kanada, dunia itu tampak sangat aneh bagi saya," pungkasnya.
Advertisement