Cerita Menko Darmin soal Sejarah Dolar AS Jadi Mata Uang Global

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution menjelaskan awal mula mata uang dolar Amerika Serikat sebagai mata uang global.

oleh Merdeka.com diperbarui 24 Jul 2018, 21:12 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2018, 21:12 WIB
Ribet, Ternyata Begini Proses Pembuatan Uang Dolar AS
Pekerja menelaah paket lembaran 5 USD di Biro Pengukiran dan Percetakan AS, Washington, Amerika Serikat, Jumat (20/7). (Eva HAMBACH/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution menjelaskan awal mula mata uang dolar Amerika Serikat yaitu United States Dolar atau USD dijadikan sebagai mata uang global.

Hal ini tidak lepas dari peran Menteri Luar Negeri Amerika Serikat periode 1973 hingga 1977, Henry Alfred Kissinger. Presiden AS pada masa tersebut mengutus Henry Kissinger melakukan pertemuan dengan pemerintahan Arab Saudi untuk meminta dukungan mengenai penjualan minyak asal negara tersebut menggunakan dolar Amerika Serikat (AS).

"Pada 1973, waktu AS juga menghadapi tekanan dalam ekonominya kemudian Henry Kissinger diutus menemui Raja Faisal dan minta dukungannya supaya siapapun yang membeli minyak harus pakai dolar AS," ujar dia saat menjadi pembicara di Gedung Pusdiklat Kemenlu, Jakarta, Selasa (24/7/2018).

Sebelum dolar AS, jual beli minyak asal Arab Saudi menggunakan mata uang milik negara tersebut yaitu Riyal. Kesepakatan akhirnya tercapai, perdagangan minyak ke seluruh belahan bumi menggunakan dolar AS dengan jaminan janji politik bagi Arab Saudi.

"Kalau tadinya pakai Riyal itu. Dengan janji politik dan Saudi Arabia mau. Enggak lama negara-negara teluk lain mau. Sejak itu dolar diperlukan oleh semua negara," ujar Darmin.

Sejak dolar AS menjadi mata uang global, Amerika Serikat mulai memainkan perannya untuk menyelamatkan diri dari berbagai kondisi global. Salah satunya melalui krisis yang terjadi pada 2007 hingga 2008.

"Tapi AS bisa mencetak uang banyak-banyak tidak inflasi. Kenapa? Karena orang lain perlu dolar AS bukan cuma negaranya. Sehingga pada waktu dia menjalankan kebijakan menyelamatkan ekonomi dari krisis tahun 2007, 2008. Itu bank sentralnya membeli segala macam kredit macet yang enggak karu-karuan dan 2 hingga 3 tahun kemudian krisis sembuh," ujar dia.

 

Reporter: Anggun P.Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Rupiah Kembali Melemah ke 14.562 per Dolar AS

Pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS
Petugas memperlihatkan uang pecahan dolar Amerika di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Jumat (18/5). Pagi ini, nilai tukar rupiah melemah hingga sempat menyentuh ke Rp 14.130 per dolar Amerika Serikat (AS). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan hari ini.

Mengutip Bloomberg, Selasa 24 Juli 2018, rupiah dibuka di angka 14.546 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang berada di angka 14.482 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.546 per dolar AS hingga 14.562 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 7,33 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Intrbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.541 per dolar AS, melemah jika dibaningkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.454 per dolar AS.

Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada di Jakarta, Selasa, mengatakan, dari sisi tren terlihat masih adanya peluang bagi rupiah untuk kembali melemah seiring minimnya sentimen positif dari dalam negeri.

"Untuk itu, diharapkan laju rupiah dapat menyerap sentimen pelemahan dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama global lainnya untuk menahan pelemahan lebih lanjut," ujar Reza dikutip dari Antara.

Rupiah sendiri diperkirakan akan bergerak di kisaran 14.492 per dolar AS hingga 14.477 per dolar AS.

Sebelumnya, meski laju dolar AS melemah terhadap sejumlah mata uang utama dunia namun, tidak banyak berimbas pada mata uang rupiah yang masih dalam pelemahannya.

Pergerakan tersebut sesuai dengan perkiraan sebelumnya dimana belum adanya sejumlah sentimen positif yang signifikan mengangkat rupiah membuat pergerakannya cenderung masih dalam tren pelemahannya.

Rupiah kembali melemah setelah Badan Anggaran DPR RI melakukan Rapat Panja Perumus Kesimpulan dengan Pemerintah mengenai pembahasan kesimpulan laporan realisasi Semester I dan Prognosis Semester II APBN TA dimana menyangsikan pertumbuhan ekonomi 2018 sebesar 5,4 persen.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya