Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat risiko yang dihadapi lembaga keuangan masih berada pada level aman.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso menyebutkan dari sisi risiko, OJK menilai risiko yang dihadapi lembaga jasa keuangan masih berada pada level yang manageable. Terlihat dari angka kredit bermasalah yang turun.
"Rasio Non Performing Loan (NPL) gross perbankan posisi Juni 2018 tercatat sebesar 2,6790 turun dari posisi Mei (2,7900)," " kata Wimboh pada Konferensi Pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Selasa (31/7/2018).
Advertisement
Sementara itu, rasio Non-Performing Financing (NPF) perusahaan pembiayaan tercatat sebesar 3,15 persen. Angka ini sedikit meningkat dari posisi Mei sebesar 3,12 persen.
Sedangkan untuk permodalan lembaga jasa keuangan (LJK) juga terjaga dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal perbankan sebesar 21,9 persen. "Sedikit menurun dari posisi Mei (22,2 persen), namun jauh di atas threshol," jelas dia.
Adapun risk based capital (RBC) asuransi umum dan asuransi jiwa masing-masing sebesar 333 persen dan 455 persen. "Naik dari posisi Mei yang tercatat masing-masing sebesar 319 persen dan 442 persen," dia menandaskan.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Pemerintah Prioritas Jaga Stabilitas Nilai Tukar Rupiah
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)Â memastikan akan fokus dalam upaya menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah.
Gubernur BI, Perry Warjiyo menyebutkan bahwa untuk mengantisipasi ketidakpastian perekonomian global, KSSK telah melakukan assesment dan mitigasi terhadap berbagai potensi risiko yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Baca Juga
"Prioritas stabilitas Rupiah dan mengoptimalkan pilihan instrumen yang ada di BI," kata Perry dalam acara konferensi pers KSSK di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Selasa (31/7/2018).
Dia menjelaskan, salah satu cara menjaga stabilitas Rupiah adalah menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate.
Langkah-langkah tersebut bertujuan untuk memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial dalam menjaga daya tarik pasar keuangan domestik sekaligus menjaga momentum pemulihan ekonomi.
"Suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI 7-day Reverse Repo Rate) dinaikkan sebesar 50 bps menjadi 5,25 persen pada 29 Juni 2018," ujarnya.
Sementara itu, ada juga pelonggaran kebijakan Loan to Value Ratio (LTV) dilakukan untuk mendorong sektor perumahan.
"BI juga terus melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar.
Rupiah saat ini tercatat Rp 14-420 per dolar AS atau melemah 6,0 persen ytd, lebih rendah dibandingkan pelemahan mata uang negara berkembang lainnya seperti Filipina, India, Afrika Selatan, Brazil, dan Turki.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement