Stok Melimpah, Petani Minta Pemerintah Serap Gula Nasional

Petani mengeluhkan gula yang dihasilkannya tak laku lantaran stok melimpah dibanjiri gula impor.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 04 Sep 2018, 10:01 WIB
Diterbitkan 04 Sep 2018, 10:01 WIB
Petani Tebu
Seorang petani mengumpulkan tebu untuk dijual di pabrik gula di Modinagar di Ghaziabad, New Delhi, (31/1). Pemerintah India akan fokus pada sektor pertanian dalam anggaran tahunannya yang dirilis pada 1 Februari. (AFP Photo/Prakash Singh)

Liputan6.com, Jakarta - Petani gula nasional diklaim tengah menghadapi tantangan. Hasil panennya tak laku lantaran stok melimpah gula impor. Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) telah mendatangi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk meminta pemerintah menghentikan impor gula.

Saat diterima Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, perwakilan petani tebu dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta, menuntut pemerintah bertanggung jawab atas akibat yang mereka alami menyusul banjirnya gula impor.

“Kami mendesak pemerintah membeli seluruh gula petani yang tidak laku, dengan harga Rp 9.700 per kilogram. Baik yang digiling di pabrik gula BUMN, maupun di pabrik gula swasta tanpa ada diskriminasi," kata Ketua Umum APTRI, Soemitro Samadikoen, dalam keterangannya, Selasa (4/9/2018).

Menurutnya, saat ini petani sangat dirugikan lantaran pedagang hanya menawar gula mereka di harga Rp 9.100 - 9.200 per kilogram. “Dengan kondisi ini, petani tidak kuat membayar sewa lahan dan mengolah kembali tanaman yang baru selesai ditebang," ucap Soemitro.

Dia juga menyoroti Perum Bulog yang ditugasi pemerintah untuk membeli gula petani dengan harga Rp 9.700 per kilogram, tenyata tidak melakukannya secara berkelanjutan.

Berdasarkan data dari APTRI, persediaan gula konsumsi (GKP) tahun 2018 sangat berlebih, yaitu sekitar 6,2 juta ton. Sementara itu, kebutuhan GKP tahun ini adalah 2,7 - 2,8 juta ton, sehingga diperkirakan ada kelebihan gula 3,5 juta ton.

Berusaha mendengar aspirasi petani gula, Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan mengingatkan kegiatan impor gula yang dilakukan pada masa panen merupakan tindakan yang sangat tidak berpihak kepada petani di Tanah Air.

"Kalau impor dilakukan di masa panen, atau ketika gula dari petani lokal belum terserap, sama saja itu 'membunuh' petani kita. Mereka tidak akan mampu bersaing dengan gula impor," ujar Taufik Kurniawan disalin dari Antara.

Taufik menambahkan, jika tujuan impor untuk stabilisasi harga, harus dipastikan gula dari petani lokal sudah terserap maksimal. Mengenai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gula yang dianggap terlalu rendah bagi petani, Kementerian Pertanian (Kementan) sebenarnya pada Mei lalu sudah pernah mengajukan usulan untuk menaikkan HPP gula petani.

Dari semula Rp 9.700 per kilogram, menjadi Rp 10.500 per kilogram.  Alasannya, Biaya Pokok Produksi (BPP) gula saat ini naik dari Rp 9.500 per kg menjadi Rp 10.000 per kg. Namun, usulan ini ditolak karena harga gula di pasar internasional yang terus turun.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya