Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Jokowi-JK resmi menaikkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) 22 untuk 1.147 barang impor. Langkah ini dilakukan untuk mengendalikan impor penyebab defisit transkasi neraca berjalan.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan upaya tersebut memang bukan salah satu kebijakan yang ideal. Namun, menurut dia, itu penting dalam rangka menstabilisasikan ekonomi Indonesia.
"Memang ini bukan langkah yang paling optimal tapi penting untuk menjaga stabilitas," kata Sri Mulyani di Kantornya, Jakarta, Senin (24/9/2018).
Advertisement
Baca Juga
Sri Mulyani mengatakan, pengendalian PPh impor dalam stabilitas ekonomi jadi peran penting, sehingga instrumen pajak dapat digunakan untuk cegah defisit transaksi berjalan agar tidak semakin melebar.
Sri Mulyani juga menyebut, dalam mengendalikan defisit transaksi berjalan paling ideal adalah meningkatkan kapasitas ekspor nasional.
"Idealnya current account deficit itu dipecahkan dengan ekspor kita yang naik bukan impornya yang turun," tegas Sri Mulyani.
Oleh karena itu, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut mengharapkan kehadiran Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) selama sembilan tahun dapat memainkan peran sebagai fiscal tools pemerintah dalam meningkatkan kemampuan dan pembiayaan eksportir memasuki babak baru.
"Semua instrumen kita gunakan baik itu fiskal maupun BUMN yang berada dibawah Kementerian Keuangan agar ekspor dapat kita tingkatkan," ujar dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Kenaikan Pajak Barang Impor Jadi Momen Dongkrak Industri RI
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menerbitkan aturan terbaru mengenai pengenaan kenaikan tarif Pajak Penghasilan (PPh) 22 untuk barang impor. Pemerintah resmi memutuskan sebanyak 1.147 barang impor dilakukan revisi tarif.
Pengusaha sekaligus Mantan Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel berharap aturan tersebut tidak hanya bertujuan menstabilkan nilai tukar rupiah dengan penghematan devisa melainkan bisa mendorong industri dalam negeri.
"Dengan demikian bagaimana mendorong disertai dengan mendorong industri dalam negeri tumbuh. Jadi ada manfaat lainnya juga gak cuma satu mengurangi penggunaan mata uang asingnya aja. Justru gimana caranya mendorong (industri) dalam negeri," kata Rachmat saat ditemui dalam sebuah acara diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu 8 September 2018.
Rachmat menegaskan, kondisi saat ini merupakan momentum tepat untuk menggenjot produksi dalam negeri. Terutama usaha kecil menengah.
"Kasih mereka insentif atau dukungan supaya industrinya tumbuh. Ini momentum untuk kita membangun industri kecil kita," ujar dia.
Dia juga menegaskan sudah saatnya Indonesia memerangi serbuan produk impor asal China. "Menurut saya bagaimana kita bisa bertarung dengan produk dari China sendiri untuk bertarung itu kenapa cost dia lebih murah dari kita salah satunya infrastruktur,” tutur dia.
Tidak hanya itu, Rachmat juga berharap keputusan pemerintah untuk menunda proyek-proyek yang berbasis impor dapat menunjukkan hasil efektif.
"Itu langkah yang baik, bukannya tidak tapi yang ada sekarang bagaimana dimaksimalkan. Jangan lihat dari satu sisi saja tapi secara total ada salah satu cara untuk menjaga agar rupiah tidak melemah terus. Tapi satu sisi infrastruktur yang sudah ada bagaimana didorong supaya dimaksimalkan. Itu harus ada mengundang pengusaha-pengusaha kecil menengah kususnya, yang besar juga," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement