Deregulasi Kemudahan Berusaha Mampu Genjot Investasi Pertanian

Salah satu investasi yang meningkat ialah sejumlah pabrik gula yang telah beroperasi.

oleh Bawono Yadika diperbarui 24 Okt 2018, 20:50 WIB
Diterbitkan 24 Okt 2018, 20:50 WIB
20151113-Ilustrasi Investasi
lustrasi Investasi Penanaman Uang atau Modal (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Nilai investasi pertanian RI di 2017 tercatat naik mencapai Rp 45,9 triliun, tumbuh 14,2 persen per tahun sejak 2013. Kenaikan nilai investasi industri pertanian nasional disebabkan deregulasi kemudahan berusaha. 

Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pertanian (Kementan) Syukur Iwantoro dalam paparan 4 tahun kepemimpinan Jokowi-JK di sektor pertanian, Rabu (24/10/2018).

Sementara itu, akumulasi peningkatan investasi pertanian Indonesia 2013-2017 mencapai Rp 61,97 triliun.

"Salah satu upaya kita untuk kemudahan investor pada 2016, kita membuat upaya khusus investasi. Kita lakukan pendampingan calon investor pertanian, difasilitasi menghadapi birokrasi daerah, zero cost. Mencari solusi tapi tidak ada beban biaya," tutur dia di Gedung Kementan.

Salah satu investasi yang meningkat ialah sejumlah pabrik gula yang telah beroperasi. Dibukanya pelayanan investasi memudahkan investor untuk menanamkan modalnya di industri ini.

"Soal investasi meningkat cukup signifikan yaitu gula. Gula sangat seksi peminat investor bahkan bukan dari dalam negeri saja tapi asing juga. 2017 sudah beroperasi, ini investor yang jalan tapi stuck di perizinanya. Kalau kita dampingi itu ternyata mudah," jelasnya.

Sementara itu, sejak 2017, Syukur mengungkapkan, sebanyak 3 pabrik gula telah beroperasi. Sedangkan pada 2018, telah ada tiga pabrik gula yang meletakan batu pertama (groundbreaking).

Sebagai informasi saja, adapun selama empat tahun pemerintahan Jokowi-JK, Kementerian Pertanian telah melakukan deregulasi dengan mencabut 291 Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) atau Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Strategi Kementan Jaga Produksi Beras di Tengah Berkurangnya Lahan Pertanian

Lahan Pertanian di Kota Malang
Lahan persawahan terhimpit di antara pemukiman padat penduduk di Kota Malang, Jawa Timur (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Pemerintah memastikan terus berupaya menjaga produksi beras di tengah konversi lahan pertanian. Salah satu upaya Kementerian Pertanian adalah dengan menghasilkan berbagai varietas padi dengan tingkat produktivitas yang tinggi.

"Salah satu kontribusi kita untuk bisa mencukupi kebutuhan beras itu adalah varietas. Kita pertumbuhan penduduk kita meningkat, sekarang sudah 250 juta yang harus diberikan makan," kata Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Mohamad Ismail Wahab di Menara Kadin, Jakarta, Rabu (24/10/2018).

Menurut dia, sejauh ini upaya tersebut mampu menjaga produksi beras meskipun konversi dari lahan pertanian menjadi non pertanian mencapai 100 ribu hektar per tahun.

"Konversi lahan sawah menjadi bukan lahan pertanian sudah makin banyak. sudah 100 ribu hektar per tahun. Nggak usah jauh-jauh. Tol udah berapa artinya sawah-sawah kita tidak memproduksi. Kenapa itu masih bisa karena varietas yang tidak tahan kita ganti dengan yang baru yang lebih tahan," jelas dia.

"Selama ini Alhamdulillah produksi masih tidak masalah. Yang jelas data stok yang ada di Bulog masih 2,4 juta ton," imbuhnya.

Selain menjaga produksi beras, kemunculan berbagai varietas padi yang dihasilkan juga turut memperbaiki kualitas padi yang ditanam oleh petani.

"Karena hanya dengan varietas saja, teknologi yang menurut saya sederhana karena petani tidak perlu menambah biaya usaha taninya hanya mengganti saja. Dengan harga yang sama dia dapatkan yang lebih bagus," tandasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya