AS Beri Kelonggaran ke Iran, Harga Minyak Jatuh 1 Persen

Iran mengatakan sejauh ini telah mampu menjual minyak sebanyak yang dibutuhkan dunia.

oleh Arthur Gideon diperbarui 07 Nov 2018, 05:36 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2018, 05:36 WIB
Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak jatuh hingga lebih dari 1 persen pada penutupan perdagangan Selasa (rabu Rabu pagi waktu Jakarta). Harga minyak melemah setelah Amerika Serikat (AS) memberikan keringanan sanksi kepada pembeli minyak Iran dan dan karena Iran mengatakan sejauh ini telah mampu menjual sebanyak mungkin yang dibutuhkan dunia.

Mengutip Reuters, Rabu (7/11/2018), harga minyak mentah Brent berjangka turun USD 1,04 untuk menetap di USD 72,13 per barel. Penurunan ini kurang lebih 1,42 persen. Harga minyak yang menjadi patokan global ini mencapai sesi terendah di USD 71,18 per barel, harga terendah sejak 16 Agustus.

Sedangkan harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun 89 sen atau 1,41 persen dan menetap di USD 62,21 per barel. Sesi rendah untuk minyak jenis ini adalah USD 61,31 per barel, harga terlemah sejak 16 Maret.

Iran mengatakan sejauh ini telah mampu menjual minyak sebanyak yang dibutuhkan dan mendesak negara-negara Eropa yang merupakan konsumen mereka untuk menentang sanksi AS. Iran berharap negara-negara Eropa mampu melindungi penjualan.

Pada Senin kemarin, Amerika Serikat mengatakan, pihaknya berencana mengeluarkan pengecualian sementara pada beberapa negara, yang memungkinkan mereka untuk terus membeli minyak Iran tanpa terkena sanksi AS.

Untuk diketahui, Presiden AS Donald Trump awal tahun ini memberikan saksi kepada Iran terkait masalah nuklir. Tak hanya Iran, AS juga memberikan sanksi setiap negara yang mengimpor minyak dari Iran.

Namun pada Senin kemarin, ada beberapa negara yang dapat menerima pengecualian. Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan Washington memberikan pengecualian 180 hari kepada delapan importir: Cina, India, Korea Selatan, Jepang, Italia, Yunani, Taiwan dan Turki.

Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch & Associates mengatakan bahwa sanksi itu sendiri tidak akan menaikkan harga minyak.

Sejumlah Investor Kabur Jelang Sanksi Keras AS pada Sektor Minyak Iran

lustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Sebelumnya, AS akan menjatuhkan sanksi ekonomi keras yang menargetkan sektor perminyakan Iran. Sanksi teranyar itu mulai berlaku Senin 5 November 2018, kata pemerintah AS.

Iran sangat bergantung pada ekspor minyaknya, dan sanksi baru, jika efektif, akan memberikan pukulan ekonomi yang keras bagi negara itu.

Meski belum resmi berlaku, namun, rencana itu telah memicu gelombang perusahaan internasional menarik investasi mereka keluar dari Iran, dan ekspor minyak mentah negara itu telah jatuh, demikian seperti dilaporkan oleh BBC, Minggu (4/11/2018).

Sanksi itu bertautan dengan kebijakan AS untuk memberikan 'tekanan maksimum' kepada Iran, sebagai upaya agar negara di Timur Tengah tersebut berhenti mengembangkan senjata nuklir. 

Hal itu dilatarbelakangi atas kritik Presiden AS Donald Trump terhadap pakta Kesepakatan Pembatasan Nuklir Iran (JCPOA) yang diteken oleh AS, Iran, dan negara-negara Eropa pada 2015.

Kesepakatan itu mewajibkan Iran untuk menghentikan aktivitas pengayaan uranium (enriched uranium) dan sebagai gantinya, AS dan Eropa mencabut sanksinya terhadap Negeri Para Mullah.

Namun, Trump menarik AS keluar dari JCPOA awal tahun ini, dengan beralasan bahwa kesepakatan itu tak lagi efektif menekan Iran untuk tak membuat nuklir. Ia juga menuduh bahwa Teheran melanggar JCPOA --yang dibantah oleh Iran.

Langkah AS pun ditentang Eropa yang menganggap bahwa JCPOA masih dianggap efektif dalam memberikan tekanan dan pengendalian nuklir terhadap Iran.

Usai keluar dari JCPOA, AS kembali memberlakukan sanksi secara sepihak terhadap Iran --yang menuai protes dari Eropa. Beberapa set sanksi telah diterapkan oleh AS, dan yang terbaru, akan mulai mengikat pada Senin 5 November mendatang.

Merespons rencana terbaru AS, Presiden Iran Hassan Rouhani segera merespon dengan mengatakan, "Amerika Serikat tidak akan mencapai keberhasilan dengan plot baru ini terhadap Iran karena mereka akan mundur selangkah demi selangkah."

Kepercayaan diri Rouhani turut didukung oleh Uni Eropa, yang mengusulkan agar perusahaan global tetap berdagang dengan Iran meskipun ada sanksi baru ini. Eropa juga telah memperjelas niat mereka untuk tidak mengikuti jejak AS.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya