Liputan6.com, Jakarta Harga minyak mentah dunia turun usai kemarin sempat naik 8 persen, dipicu kejatuhan Wall Street serta pasar minyak fokus pada tanda-tanda goyahnya pertumbuhan ekonomi global dan rekor produksi minyak mentah.
Melansir laman Reuters, Jumat (28/12/2018), harga minyak mentah berjangka Brent LCOc1 turun 4,24 persen, atau USD 2,31, menjadi USDÂ 52,16 per barel. Adapun harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) berjangka Amerika Serikat (AS) turun USD 1,61 menjadi USD 44,61 per barel atau turun 3,48 persen.
"Pasar mengembalikan sebagian keuntungannya dari kemarin yang dibawa bersamaan dengan euforia di pasar saham," kata Andrew Lipow, Presiden Lipow Oil Associates di Houston.
Advertisement
Baca Juga
Harga minyak sempat melonjak pada hari Rabu, mengikuti lonjakan di Wall Street setelah pemerintahan Presiden Donald Trump berusaha untuk meningkatkan kepercayaan investor.
Brent dan WTI telah kehilangan lebih dari sepertiga dari nilainya sejak awal Oktober dan sedang menuju penurunan lebih dari 20 persen pada 2018.
Kekhawatiran tentang perlambatan pertumbuhan ekonomi global telah mengurangi permintaan investor untuk aset yang lebih berisiko dan menekan harga minyak mentah berjangka.
Pelaku pasar juga khawatir tentang melimpahnya pasokan minyak mentah. Tiga bulan lalu pasar minyak global seolah-olah tampak akan kekurangan pasokan ketika sanksi AS ke Iran menghapus sejumlah besar pasokan minyak mentah. Tetapi eksportir minyak lainnya telah mengkompensasi kekurangan sehingga menekan harga.
Organisasi Negara Pengekspor Minyak, bersama dengan Rusia dan produsen lainnya, sepakat untuk mengurangi produksi sebesar 1,2 juta barel per hari (bph) pada bulan ini. Setara dengan lebih dari 1 persen dari konsumsi global.
Tetapi pemotongan itu tidak akan berlaku hingga Januari dan produksi minyak berada pada atau mendekati rekor tertinggi. Rusia, Arab Saudi dan Amerika Serikat, yang merupakan produsen utama minyak mentah dunia memompa 11,6 juta barel per hari.
Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan negara itu akan memangkas produksinya antara 3 juta dan 5 juta ton pada paruh pertama tahun 2019. Negara itu kemudian akan dapat mengembalikannya menjadi 556 juta ton (11,12 juta barel per hari) untuk keseluruhan 2019 , setara dengan 2018.
Meskipun sanksi AS telah membatasi penjualan minyak Iran, Teheran telah mengatakan eksportir pribadinya tidak "memiliki masalah" menjual minyaknya.
Data persediaan minyak mentah AS akan dirilis dari American Petroleum Institute pada hari ini waktu setempat dan dari Administrasi Informasi Energi A.S. pada hari Jumat.
Harga Minyak Kemarin
Harga minyak mentah acuan Amerika Serikat (AS) dan Brent naik delapan persen. Penguatan tersebut tertinggi sejak 30 November 2016. Namun, penguatan harga minyak itu belum diketahui jelas sebab utama pendorongnya.
Harga minyak telah terperangkap dalam koreksi pasar yang lebih luas karena penutupan pemerintah AS, tingkat suku bunga acuan bank sentral AS lebih tinggi, dan perang dagang AS-China yang tidak disukai investor. Hal itu memperburuk kekhawatiran atas pertumbuhan global.
"Pasar masih benar-benar peduli tentang permintaan. Aksi jual tidak menandakan kekuatan kepercayaan pada permintaan, tapi masih bertindak terlalu cepat. Kami masih percaya harga minyak USD 45 terlalu rendah," tutur Bernadette Johnson, Vice President Market Intelligence Drillinginfo, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (27/12/2018).
Baca Juga
Harga minyak acuan Amerika Serikat (AS) menguat USD 3,69 atau 8,7 persen ke posisi USD 46,22 per barel. Harga minyak meski melonjak tetapi susut hampir 40 persen dari level tertinggi Oktober 2018 di posisi USD 76 per barel.
Harga minyak Brent menguat USD 4 atau 8 persen ke posisi USD 54,47 per barel. Sebelumnya harga minyak sentuh level terendah sejak Juli 2017 di USD 49,93 per barel.
Dalam laporannya, Analis Tudor, Pickering and Holt menyebutkan, aksi jual terjadi pasar komoditas minyak kurang didorong fundamental dan lebih dipicu meningkatnya volatilitas di pasar saham dan meningkatnya kekhawatiran global. Hal tersebut juga bebani sejumlah aset.
Pimpinan perusahaan minyak Rusia Rosneft, Igor Sechin prediksi harga minyak berada di kisaran USD 50-USD 53 pada 2019. Angka ini di bawah level tertinggi dalam empat tahun di USD 86 untuk harga minyak Brent. Pada awal 2018, harga minyak tersebut sempat sentuh level tertingginya.
Akan tetapi, prospek minyak tidak sekuat pada 2016 ketika kelebihan pasokan meningkat karena Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) mencoba menopang pasar.
OPEC dan sekutunya termasuk Rusia memutuskan awal bulan ini untuk memangkas produksi pada 2019 dan membatalkan keputusan memproduksi lebih banyak minyak pada Juni. OPEC dan sekutunya berencana memangkas produksi sebesar 1,2 juta barel per hari pada 2019.
Â
Advertisement