Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti geram kepada para pengusaha perikanan tangkap yang tak jujur melaporkan data perolehan penangkapan ikan.
Susi menuturkan, hal ini menghambat Indonesia menuju negara dengan tata pengelolaan ikan yang baik.
"Stok ikan per tahun 2016 sudah 12, 5 juta ton. Ekspor Indonesia juga naik karena tangkapan juga naik. Kedaulatan juga disupport penuh dengan turunnya Perpres 44 tahun 2016 di mana Presiden berdaulat menjaga laut Indonesia untuk modal dalam negeri, pengusaha dalam negeri, kapal dalam negeri, dan ABK dalam negeri. Kurang apa pemerintah?," ujar dia di Kementerian Keluatan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Kamis (31/1/2019).
Advertisement
Baca Juga
Dia menjelaskan, di lapangan, banyak pengusaha perikanan tangkap yang menutupi perolehan hasil tangkapan mereka masing-masing. Oleh sebab itu, pemerataan kesejahteraan nelayan masih sulit untuk dipenuhi.
"Nilai tukar usaha, nelayan, budidaya kita itu sekarang naik namun pemerataanya masih jauh dari harapan. Untuk itu, pemerintah memastikan policy untuk lakukan affirmative policy dimana pemerintah perlu bekerja sama dengan seluruh stakeholder. Tanpa itu, ekonomi kita hanya dinikmati segelintir orang. Maka gagal-lah pembangunan karena yang sejahtera hanya yang kaya saja," kata dia.
Oleh karena itu, Susi Pudjiastuti mengimbau agar para pengusaha jujur melaporkan data perolehan penangkapan ikan.Â
"Setiap kali lihat angka saya itu ditanya apa itu kerja hasil ekspor kamu Menteri KKP? Padahal ini karena kalian semua yang lakukan under report. Anda mau kapal asing kembali lagi? Perpres 44 itu banyak yang mau ganti, banyak yang mau bayar supaya asing bisa masuk lagi," kata dia.Â
Â
Â
Tatakelola Perikanan Tangkap Terkendala Data Kapal
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menghadapi kendala ketidakakuratan informasi yang diberikan pemilik kapal dan nelayan, dalam melakukan tata kelola perikanan tangkap.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKKP, Zulficar Mochtar mengatakan, ‎dalam proses tatakelola perikanan tangkap salah satu upaya yang dilakukan adalah mendata dokumen kapal. Namun kerap ditemui jika terjadi pemalsuan dokumen.
"Pembenahan tata keloa perikanan tangkap ada beberapa hal kita harus antisipasi. Ada pemalsuan dokumen kapal," kata Zulficar, di Kantor KKP, Jakarta, Rabu 30 Januari 2019.
Hal tersebut diantisipasi dengan melakukan kontrol perizinan serta electronic logbook. Namun, untuk menerapkannya pun masih mengalami kendala ketidakkebenaran data yang dilaporkan melalui sistem tersebut.
"Kadang dari nakhoda di kapal melaporkannya tidak benar atau salah lapor. Bukan barang baru diketahui, nakhoda kita malah tidak sekolah dan tidak bisa membaca segala macam. Sehingga jika melaporkan asal-asal. Ini mengakibatkan adanya bias data," tutur dia.
Selain informasi mengenai kapal, untuk membenahi tatakelola perikanan para pemilik kapal dan nelayan juga harus menyetorkan kinerja perikanan ‎dan pencatatan pendaratan ikan tangkapan. Hal ini dibutuhkan karena untuk mencatat potensi setoran pajak.
Namun dia menyayangkan, masih ada pihak pemilik kapal dan nelayan yang belum serius memberikan data, sebab pengisian data dilakukan perantara yang memerikan data dengan asal.Â
Padahal ada sanksi yang siap dikenakan ‎jika data yang diberikan tidak cocok dengan kondisi sebenarnya, yaitu pembekuan izin dan yang terparah pencabutan izin.
"Kekhawatiran kita izinnya bisa dibekukan atau bisa dicabut kalau melakukan pelanggaran proses prizinan ini. Kekhawatiran saya ini jangan sampai yang bersalah yang lain, yang kena imbas pemilik kapal, karena pemilik tidak tau,"Â dia menandaskan.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement