Liputan6.com, New York - Harga minyak berjangka menguat pada akhir pekan ini. Akan tetapi, bila dilihat selama sepekan, harga minyak kembali melemah lantaran fokus pelaku pasar terhadap permintaan global melambat dan dolar Amerika Serikat (AS) bukukan performa terbaik dalam enam bulan.
Pasar juga relatif sepi pada Jumat waktu setempat. Volume tercatat 575.000 kontrak. Dari rata-rata perdagangan dalam 200 hari sekitar 597.000.
Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) menjguat delapan sen ke posisi USD 52,72 per barel. Akan tetapi, selama sepekan, harga minyak WTI turun lebih dari empat persen.
Advertisement
Harga minyak Brent naik 39 sen ke posisi USD 62,02. Selama sepekan, harga minyak Brent susut lebih dari satu persen. Indeks dolar AS menguat 1,1 persen terhadap enam mata uang utama lainnya.
Baca Juga
Penguatan indeks dolar AS itu terbaik sejak Agustus. Dolar AS yang menguat juga menekan harga minyak. Dolar AS menguat membuat komoditas dalam dolar AS menjadi lebih mahal bagi pembeli non AS.
Pasar juga lebih moderat menyambut akhir pekan ini usai laporan AS dan China mungkin masih dapat memenuhi batas waktu 1 Maret untuk menyelesaikan masalah spesifik dalam sengketa perang dagang.
Perwakilan Gedung Putih menyatakan, Perwakilan Dagang Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin akan melakukan perjalanan ke Beijing untuk pertemuan tingkat utama pada pekan depan.
Hal ini kurangi kekhawatiran kalau tenggat waktu akan terlewati dan menghasilkan tarif impor lebih tinggi.
"Perselisihan AS dan China adalah faktor utama, tetapi kemudian didukung oleh beberapa data ekonomi yang buruk sepanjang pekan ini dari Eropa. Ini menunjukkan perlambatan ekonomi global sedang berlangsung," ujar John Kilduff, Partner Again Capital Management, seperti dikutip dari laman Reuters, Sabtu (9/2/2019).
Pada Kamis pekan ini, Komisi Eropa memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi zona Euro seiring perang dagang dan berbagai tantangan domestik.
Selanjutnya
Secara terpisah, anggota parlemen AS mengajukan Undang-Undang no oil producing and exporting cartels act or NOPEC.
Hal ini berpeluang lebih besar untuk diteken dari pada tahun-tahun sebelumnya. Rancangan Undang-Undang (RUU) itu menargetkan produsen OPEC untuk perilaku anti-trust.
Pelaku industri menentang RUU itu, tetapi Presiden AS Donald Trump telah menyuarakan dukungan untuk undang-undang tersebut. Seorang pejabat senior menuturkan, AS tidak mendukung perilaku yang distorsi pasar termasuk kartel.
National Oil Corp Libya menyatakan, ladang minyak terbesarnya tidak beroperasi sejak Desember. Ladang minyak itu bakal tetap offline hingga keamanan dipulihkan.
Selain itu, berdasarkan laporan perusahaan jasa energi General Electric Co, perusahaan energi AS meningkatkan jumlah rig minyak yang beroperasi untuk kedua kalinya dalam tiga minggu.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement