Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan, saat ini ada 117 perusahaan financial technology (fintech) yang tengah mengajukan izin di OJK.Â
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK, Riswinandi mengatakan, jumlah perusahaan yang mengajukan izin ini lebih banyak setiap tahunnya. Hal ini sekaligus menandakan industri fintech terus berkembang.
"Saat ini ada 117 fintech yang sedang proses pengajuan izin di OJK. Kalau untuk yang audah terdaftar itu ada 99 fintech," kata Riswinandi di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (8/3/2019).
Advertisement
Baca Juga
Mengingat per hari ini, OJK telah meresmikan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), maka menjadi keanggotaan asosiasi tersebut menjadi salah satu syaratnya. Riswinandi berharap, dengan semakin banyaknya fintech di Indonesia, bisa membantu pemerintah dalam meningkatkan inkkusi keuangan.
"Hadirnya fintech diharapkan mampu kontribusi dalam meningkatkan indeks inklusi keuangan yang mana pada 2016 indeks inklusi keuangan 57,82 persen dan akhir tahun ini pemerintah targetkan 75 persen," ujar dia.
Mantan Dirut Pegadaian ini juga memaparkan hingga akhir Januari 2019, penyaluran pinjaman Fintech P2P Lending mencapai Rp 25,59 triliun dari 99 penyedia layanan telah terdaftar yang bergerak di bidang produktif, multiguna konsumtif dan syariah.Â
Dari sisi lender, sudah ada 267.496 entitas yang memberikan pinjaman kepada lebih dari 5 juta masyarakat dengan lebih dari 17 juta transaksi. (yas)
Â
OJK Tuntut Pelaku Fintech P2P Lending Genjot Kualitas
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai, sektor industri Fintech Peer to Peer (P2P) Lending atau pendanaan online di Indonesia memiliki potensi luar biasa untuk terus bertumbuh.
Oleh karena itu, OJK mendesak pihak penyelenggara terdiri dari pemegang saham, komisaris dan direksi untuk meningkatkan kualitas dan pemahaman terkait regulasi fintech lending di Indonesia.
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi menyatakan, kesiapan sumber daya manusia (SDM) merupakan penilaian terpenting sebelum memberi perizinan usaha kepada perusahaan Fintech Lending.
"Ini yang terpenting, kesiapan sumber daya manusia dan karakternya. Dengan demikian kami berharap penyelenggara bisa punya standar kompetensi minimal terkait pemahaman apa itu Fintech Peer to Peer Lending di Indonesia yang berbeda dengan negara lain," imbuhnya di Jakarta, Rabu 6 Maret 2019.
Dia mengatakan, OJK hingga saat ini masih terus membuka perizinan usaha bagi pelaku Fintech Lending di Indonesia. Dengan syarat, calon penyelenggara harus memiliki teknologi platform digital yang laik mengudara secara online.
"Yakinkan juga kepada kami, pelaku Fintech Peer to Peer Lending seperti pemegang saham, komisaris dan direksinya ini adalah orang-orang yang berkarakter baik, dan juga punya pemahaman terhadap kerangka hukum," tegasnya.
Berkaca pada krisis moneter 1997/1998, ia melanjutkan, yang 30-40 persennya disebabkan lantaran faktor ekonomi. "Sisanya, antara 60-70 persen karena tindak gegabah dari pemegang saham, komisaris dan direksi," pungkasnya.
Â
 Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement