Ini Posisi Manajemen Terpopuler Pekerja Perempuan di Indonesia

Para perempuan di Indonesia terus memberikan kontribusi nyata bagi perusahaan tempat mereka bekerja.

oleh Nurmayanti diperbarui 16 Apr 2019, 20:16 WIB
Diterbitkan 16 Apr 2019, 20:16 WIB
[Fimela] Women at Work
Ilustrasi perempuan dalam dunia pekerjaan | unsplash.com

Liputan6.com, Jakarta Keberadaan perempuan di dunia pekerjaan terus bertumbuh. Kehadiran figur perempuan di manajemen perusahaan kini semakin lumrah dan terbukti mampu meningkatkan kinerja perusahaan, serta membawa pandangan berbeda dari para pria.

Khusus Indonesia, Grant Thornton menyajikan data soal perempuan Indonesia di dunia bisnis dalam survei bertajuk "Women in Business 2019," jelang Hari Kartini yang jatuh pada 21 April di pekan ini.  Ini laporan tahunan Grant Thornton yang memberikan gambaran dan perspektif perempuan di dunia bisnis secara global.

Managing Partner Grant Thornton Indonesia, Johanna Gani mengatakan para perempuan di Indonesia terus memberikan kontribusi nyata bagi perusahaan tempat mereka bekerja.

"Berbagai posisi yang ditempati di manajemen senior perusahaan menandakan peran perempuan di berbagai bidang semakin besar untuk membawa perusahaan memiliki kinerja lebih baik," jelas dia dalam keterangannya, Selasa (16/4/2019).

Berdasarkan survei yang dilakukan di 37 negara, Indonesia melejit di peringkat dua, setelah India, sebagai negara yang paling sedikit posisi manajemen seniornya tidak terdapat perempuan di dalamnya.

Survei juga mencatat hanya 2 persen perusahaan di Indonesia yang seluruh posisi manajemen senior dikuasai pria. Selebihnya tercatat setidaknya satu perempuan memegang posisi strategis kepemimpinan perusahaan.

Survei itu juga menyebutkan, posisi manajemen senior yang paling banyak dipegang oleh perempuan adalah CFO (Chief Financial Officer). Tercatat 50,4 persen perusahaan memiliki perempuan sebagai pemegang jabatan tertinggi pada bagian keuangannya.

Posisi kedua diikuti Human Resources Director (Direktur Sumber Daya Manusia) yang berada di angka 26 persen dan CMO (Chief Marketing Officer) 18,9 persen.

Survei "Women in Business 2019" juga mencatat tiga strategi yang paling banyak dilakukan perusahaan di Indonesia untuk meningkatkan dan menjaga keseimbangan gender, yang dapat dirangkum sebagai berikut:

Pertama, menyediakan program mentoring/pelatihan. Kedua, memungkinkan fleksibilitas dunia kerja dan ketiga memastikan akses setara antara pria dan perempuan terkait peluang kerja

 

Champions for Action

Hak Pekerja
Ilustrasi hak pekerja perempuan/copyright unsplash.com/@tranmautritam

Pada tahun ini, Grant Thornton juga memperkenalkan program “Champions for Action”. Sebuah inisiasi global untuk memberikan apresiasi kepada orang/individu yang membawa angin segar untuk gerakan kesetaraan gender, terutama dunia profesional di negara masing-masing.

Grant Thornton Indonesia memilih tema teknologi untuk tokoh ”Champions for Action” kali ini. Grant Thornton juga menunjuk Aulia Halimatussadiah serta Generation Girl sebagai yang mewakili srikandi Indonesia untuk membawa dampak positif di dunia digital Indonesia.

Aulia Halimatussadiah, yang akrab dispa Llia, telah lama berkecimpung di dunia startup digital Indonesia. Dia saat ini menduduki posisi sebagai Co-Founder dan CMO Storial.co dan NulisBuku.com, yang membawa warna sendiri bagi dunia menulis dan publikasi di Indonesia. Llia juga telah menulis lebih dari 30 buku.

“Perempuan banyak bersentuhan langsung dengan masalah yang terjadi di kehidupan sehari-hari, maka penting bagi perempuan untuk paham teknologi apa saja yang bisa digunakan untuk memecahkan masalah-masalah itu. Saya berharap ke depan, perempuan Indonesia punya rasa ingin tahu yang lebih besar untuk berkecimpung di dunia teknologi dan meningkatkan jumlah partisipasinya di teknologi dari kurang dari 20 persen menjadi setara dengan pria,” ujar Llia.

 

Sri Mulyani Akui Tak Mudah Ciptakan Kesetaraan Gender

Menteri Keuangan Sri Mulyani bicara tentang equality atau persamaan gender pada acara Accenture International Women’s Day (IWD) 2019.

Dia mengatakan, dalam berbagai penelitian menyebut dunia kehilangan USD 12 triliun hingga 2025 tanpa kesetaraan gender

"USD 12 triliun tidak kecil, tidak Rupiah tapi USD," ujar Sri Mulyani di Hotel Ayana Mid Plaza, Jakarta, Jumat (22/3/2019).

 

Angka USD 12 triliun ini, kata Sri Mulyani, setara dengan gabungan GDP (Gross Domestic Product) tiga negara besar di dunia. Tiga negara tersebut antara lain Jepang, Jerman dan Inggris. 

"Kita bicara soal potensi yang sangat berpotensi, potensi manfaat yang nilainya tidak trivial tidak sepele it's really big. 3 negara itu dikombine GDP kira-kira USD 12 triliun," tutur dia. 

Sementara itu, Asia Pasifik dapat menambah pendapatan sekitar USD 4,5 trilliun jika kesetaraan gender terus ditingkatkan. Sebab, pria dan wanita  memiliki potensi yang sama untuk berkontribusi menggerakkan ekonomi. 

"Asia Pasifik saja seandainya gender equality bisa ditambah we are thinking about USD 4,5 triliun value yang bisa di create. Kita bicara soal potensi yang sangat berpotensi, potensi manfaat yang nilainya enggak sepele it's really big," ujar dia. 

Meski demikian, Sri Mulyani menambahkan, menciptakan kesetaraan gender bukan sesuatu yang mudah. Untuk berada dalam kondisi saat ini, dunia perlu 160 tahun menciptakan persamaan hak antara pria dan wanita. 

"Bicara tentang equality it takes more than 160 years untuk kita bisa mengejar gender equality di bidang ekonomi politik social. 160 tahun, kayaknya satu periode generasi kita menghitungnya samai 4 generasi," kata dia. 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya