Liputan6.com, Jakarta Pemerintah terus berupaya agar aturan yang menaungi kenaikan harga rumah subsidi bisa keluar pada April 2019 ini.
Beberapa istansi pemerintahan yang terlibat dalam perumusan kebijakan ini antara lain Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur dan Perumahan Kementerian PUPR, Eko Heri Djulipoerwanto, mengatakan, keputusan harga baru rumah subsidi ini masih menunggu ditekennya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.
Advertisement
"Harmonisasi sudah lewat. kalau Kemenkumham harmonisasi proses itu sudah selesai. Tinggal sekarang ya proses penandatanganan (PMK) itu aja," ungkap dia di Jakarta, Senin (22/4/2019).
Secara formulasi, ia menyampaikan, itu tidak akan jauh berbeda dengan rumusan awal. "Kurang lebih sama dengan yang kemarin. Kan sudah pernah disampaikan," sambungnya.
Sebagai informasi, usulan kenaikan harga rumah subsidi ini berkisar antara 3-7,75 persen yang dibagi ke dalam sembilan wilayah. Adapun kenaikan harga rumah tertinggi bakal menimpa penjualan rumah di Kalimantan, yakni sekitar Rp 153 juta.
Eko Heri melanjutkan, ide kenaikan harga ini sebenarnya belum diterima sepenuhnya oleh semua pihak, terutama pengembang. Namun, pemerintah juga mau agar Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) bisa memiliki hunian yang laik.
"Tidak 100 persen ya (usulan kenaikan harga rumah subsidi diterima). Kita mencari jalan tengah yang terbaik lah. Kalau mengikuti pengembang semuanya kan kasian juga masyarakat berpenghasilan rendah, tidak bisa affordable," tuturnya.
Dia pun berharap, agar hasil final peraturan baru tersebut bisa segera diterbitkan pada April 2019. "Kita semua berdoa, moga-moga bulan ini. Kita berharap memang april keluar ya," pungkasnya.
Wika Bakal Bangun 3.950 Unit Rumah Subsidi di Aljazair
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEl) atau Indonesia Eximbank memberikan pembiayaan berupa Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) kepada PT Wijaya Karya (Persero). Pembiayaan dengan skema National Interest Account (NIA) ini untuk proyek pembangunan perumahan bersubsidi di Aljazair.
Pembiayaan disepakati melalui penandatanganan MoU antara Wika dan Indonesia Eximbank disaksikan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
WIKA sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang engineering, procurement, dan construction (EPC), mendapatkan kepercayaan dari Pemerintah Aljazair untuk proyek pembangunan 1.700 unit rumah bersubsidi (Iogement) di Baraki dan El-Harrach wilayah di Algier. Juga 2.250 unit di Ain Defla dan Khemis Miliana wilayah Blida.
Adapun dua proyek tersebut menelan pembiayaan senilai Rp 187,7 miliar. Penandatangan KMKE melalui skema NIA dilakukan seiring dengan komitmen WIKA yang kini aktif melakukan ekspansi bisnis konstruksi di pasar internasional khususnya Afrika, Asia Selatan, dan Timur Tengah.
Direktur Operasi III PT Wijaya Karya, Destiawan Soewardjono mengatakan, peran LPEI sangat signifikan dalam keberhasilan WIKA untuk pengerjaan proyek di luar negeri. "LPEI selama ini telah menunjukkan dukungannya sehingga meminimalisir risiko finansial yang dihadapi ketika masuk di negara-negara baru, juga memudahkan upaya Perseroan untuk memperkuat posisinya di pasar yang telah dimasuki," ujarnya di Kantor Indonesia Eximbank, Jakarta, Selasa (27/3/2019).
Sementara itu Direktur Eksekutif LPEI, Sinthya Roesly, menyampaikan pembiayaan ekspor melalui skema NIA ini merupakan bentuk dukungan yang nyata untuk meningkatkan volume nilai ekspor Indonesia.
"Juga menciptakan dan meningkatkan transaksi perdagangan kedua negara di bidang ninfrastruktur dan konstruksi, khususnya untuk negara tujuan ekspor non tradisional," jelasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber Merdeka.com
Advertisement
Apersi Targetkan Bangun 180 Ribu Rumah pada 2019
Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) menargetkan pembangunan 180 ribu rumah pada 2019. Hal ini sebagai salah satu dukungan terhadap program satu juta rumah yang dicanangkan pemerintah.
Ketua Umum Apersi Junaidi Abdillah mengatakan, sebenarnya tiap tahun Apersi mematok minimal mampu membangun rumah sebanyak 150 ribu unit. Namun, dirinya optimistis bisa mencapai 180 ribu rumah pada 2019.
"Kita minimal 150 ribu unit (per tahun). Tahun lalu target 150 ribu, tercapai 140 ribuan unit. Memang agak turun sedikit. Tahun ini kita optimis 180 ribuan. Yang penting aturan tidak berubah-ubah dan jangan menyulitkan pengembang," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Senin (11/3/2019).
Baca Juga
Dia menuturkan, mayoritas rumah yang dibangun Apersi berada di Jawa Barat. Hal ini karena sebagian besar anggotanya berada di provinsi tersebut.
"Anggota Apersi sekitar 2.700, yang terdaftar di Kementerian PUPR 2.300. Satu pengembang rata-rata bangun 100 unit. Kebanyakan di wilayah Jawa Barat, selebihnya tersebar di Banten, Kalimantan Selatan dan lain-lain," kata dia.
Meski memasuki tahun politik, Junaidi optimistis bisnis properti meningkat, khususnya untuk rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Namun, dia berharap pemerintah segera menetapkan batasan harga rumah MBR untuk 2019.
"Sekarang penjualan tidak masalah, tapi realisasi yang terhambat, karena harga jual untuk 2019 belum keluar. Ini mengganggu proses penjualan pengembang. Karena ini kenaikan harga tanah, material, itu perlu dipertimbangkan. Saat ini masih harga di 2018, sementara pengembang butuh kepastian harga untuk 2019," ujar dia.