Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus menggodok revisi kebijakan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), agar Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PNS hingga TNI/Polri dengan penghasilan Rp 8 juta bisa menikmati fasilitas itu.
Sebelumnya, FLPP hanya berhak diberikan kepada ASN dengan pendapatan maksimal Rp 4 juta. Bila aturan baru ini kelar, ASN golongan 3 dan 4 akan mendapat Kredit Perumahan Rakyat (KPR) dengan batasan Rp 300 juta serta golongan 1 dan 2 sebesar Rp 250 juta.
Selain itu, tipe rumah yang bisa didapat maksimal ukuran 72 serta dan tidak ada batasan harganya. Namun, pengenaan bunganya tetap 5 persen dengan tenor pembayaran selama 20 tahun.Â
Advertisement
Baca Juga
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR, Eko Heri Djulipoerwanto mengatakan, aturan baru FLPP ini masih terus dikaji. "Kita sekarang lagi matangkan," ungkapnya di Gedung Kementerian PUPR, Jakarta, Selasa (5/3/2019).
Dia pun menegaskan, PNS dengan pendapatan di bawah Rp 8 juta tetap bisa mengajukan untuk mendapat FLPP bila hendak membeli hunian.
"Itu (Rp 8 juta) batas maksimum penghasilan. Jadi batas maksimumnya saja yang dinaikan. Kalau seseorang penghasilannya Rp 2-3 juta enggak masalah. Selama dia mampu," ujar dia.
Berkat ada skema ini, ia menyebutkan, pihak penyediaan perumahan pun akan menyesuaikan pencantuman harga rumah bagi masyarakat luas di pasaran.
"Nanti pasar menyesuaikan, supply menyesuaikan. Jadi misalnya developer membangun rumah dengan harga lebih tinggi, tapi kalau dia enggak akan laku di pasar kan enggak akan dibangun. Itu mekanismenya pasar akan seperti itu nanti, mereka pasti akan melakukan assessment mengenai hal itu," tutur dia.
Â
Perumahan Berbasis Komunitas Jadi Jalan Atasi Backlog
Sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus menggodok konsep penyediaan perumahan berbasis komunitas. Program perumahan berbasis komunitas telah digulirkan pada akhir tahun lalu.
Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid mengatakan, Kementerian PUPR menyediakan dua pola dalam pengadaan perumahan berbasis komunitas, yakni lewat pola ABCG (Academica, Business, Community, Government) Dan BCG (Business, Community, Government).
"Pertama ABCG. Ini mulai dilaksanakan di Kendal, di Desa Curug Sewu. Kerja sama antara Undip, Pemerintah Kendal dan Pusat, kemudian PT BTN Tbk (Persero) , pengembang, sama komunitas dari Curug Sewu itu," jelas dia di Gedung Kementerian PUPR, Jakarta, Senin 4 Maret 2019.
Sementara untuk pola BCG, is melanjutkan, sudah dilaksanakan pada Januari 2019 lalu di kawasan Garut bersama Persatuan Persaudaraan Pemangkas Rambut Garut. Khalawi pun menyatakan, konsep ini terus berjalan dan pelaksanaannya terus dipantau oleh pemerintah.
"Artinya konsepnya jalan, itu jangka panjang. Karena ke depan ini mesti dilakukan untuk mengatasi backlog perumahan secara masif lewat penyelenggaraan pembangunan perumahan, baik yang oleh pemerintah, swasta dan masyarakat," tuturnya.
Secara syarat, dia menyampaikan, komunitas yang mau berpartisipasi bisa menaungi kelompok Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Semisal kelompok pemulung yang secara penghasilan terbilang mampu mencicil dalam kisaran Rp 700-800 ribu per bulan untuk tenor waktu 20 tahun.
"Untuk sementara masih sama dengan konsep KPR FLPP untuk MBR. Jadi enggak ada batasan, sing penting mereka komunitas, MBR, dan punya rumah belum dapat subsidi. Mengikuti syarat2 MBR saja, subsidi KPR FLPP yang ada saja," terang dia.
Bagi komunitas yang ingin mengikuti program ini, ia meneruskan, bisa langsung mengajukan kepada pemerintah ataupun asosiasi pengembang seperti Real Estate Indonesia (REI) maupun Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (APERSI).
"Bisa langsung ke pemerintah, bisa Pemda, pusat, atau langsung ke perbankan atau asosiasi pengembang. Bisa dengan REI, APERSI, an sebagainya. Itu mereka akan mendorong pola kerjasama ABCG ataupun BCG," pungkas dia.
Â
 Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement