Mengupas Laporan Keuangan Garuda Indonesia, Benarkah Janggal?

Dua komisaris PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) menolak menandatangani laporan keuangan periode 2018.

oleh Agustina Melani diperbarui 29 Apr 2019, 18:00 WIB
Diterbitkan 29 Apr 2019, 18:00 WIB
Ilustrasi Pesawat Terbang
Pesawat Terbang Garuda Indonesia (Liputan6.com/Fahrizal Lubis)

Liputan6.com, Jakarta - Dua komisaris PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) menolak menandatangani laporan keuangan periode 2018. 

Hal ini dipicu ada piutang yang diakui dalam pendapatan sehingga PT Garuda Indonesia Tbk dapat mencetak laba pada 2018.

Menurut dua komisaris PT Garuda Indonesia Tbk yaitu Chairal Tanjung dan Dony Oskaria yang masing-masing merupakan wakil dari PT Trans Airywas dan Finegold Resources Ltd bersama-sama selaku pemilik dan pemegang 28,08 persen dari seluruh saham yang telah dikeluarkan keberatan dengan laporan keuangan perseroan pada 2018.

Dua komisaris itu menilai, kalau perjanjian kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan NO.CITILINK/JKTDSOG/PERJ-6248/1018 yang ditandatangani oleh PT Mahata Aero Teknologi (Mahata) dan PT Citilink Indonesia tertanggal 31 Oktober 2018 beserta perubahannya (perjanjian Mahata) dengan pendapatan perseroan dari Mahata sebesar USD 239.940.000 di antaranya sebesar USD 28.000.000 merupakah bagian hasil Perseroan yang didapat dari PT Sriwijaya Air, tidak dapat diakui dalam tahun buku 2018.

Pengakuan pendapatan dari perjanjian Mahata oleh perseroan adalah sebesar USD 239.940.000 merupakan jumlah signifikan yang apabila tanpa pengakuan pendapatan ini, perseroan akan alami kerugian USD 244.958.308. Dengan mengakui pendapatan dari perjanjian Mahata, perseroan membukukan laba USD 5.018.308.

Dalam laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) disebutkan, piutang lain-lain dari PT Mahata Aero Teknologi mencapai USD 233.134.000 pada 2018. Piutang ini diakui dalam pendapatan. 

Pengamat Cris Kuntandi menilai, secara akuntansi, piutang dapat diakui sebagai pendapatan. Ini karena basisnya memang akrual atau disebut pendapatan diakui saat terjadinya transaksi, meski uang belum diterima.

Saat ditanya mengenai masalah laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk pada periode 2018 soal perjanjian kontrak kerja sama 15 tahun dengan PT Mahata Aero Teknologi dengan nilai USD 239,94 juta, dan diakui dalam pendapatan, Cris menilai ada sejumlah hal yang dicermati terutama soal konsep pengakuan pendapatan.

"Tergantung konsep pengakuan pendapatannya dan harus dilihat kontrak perjanjiannya. Konsep ini apakah perjanjian kerja sama tersebut memenuhi konsep atau standar pendapatan sebagaimana diatur dalam pedoman standar akuntansi keuangan (PSAK),” ujar dia.

Adapun pendapatan dalam laporan keuangan Garuda Indonesia untuk tahun buku 2018 itu terkait PSAK 23 tentang pendapatan. Dalam PSAK 23 itu pernyataan standar ini diterapkan untuk penjualan barang, penjualan jasa, penggunaan aset entitas oleh pihak yang menghasilkan bunga, royalti dan dividen.

Agar masalah laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk periode 2018 ini tidak terus menjadi polemik, Cris menilai, laporan keuangan tersebut dibahas bersama antara PT Bursa Efek Indonesia (BEI), IAI, IAPI, PT Garuda Indonesia Tbk, Kantor Akuntan Publik (KAP), Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN.

Sementara itu, Ketua Umum Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), Tarkosunaryo menuturkan, jejak rekam KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk dinilai baik. KAP yang audit laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk dalam hal ini KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan Rekan. KAP ini audit laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk mulai 2018.

"Track record baik. Ini bisa dilihat di website P2PK dan OJK apakah pernah kena sanksi atau tidak,” ujar dia.

KAP Tanubrata Sutanto Fahmi dan rekan merupakan anggota BDO Internasional yang juga melayani klien BDO internasional yang melakukan bisnis di Indonesia sejak 1992. KAP Tanubrata Sutanto, Fahmi dan rekan (BDO Indonesia) didirikan oleh Richard B.Tanubrata pada 6 Desember 1979.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

BEI Bakal Panggil Direksi Garuda Indonesia 30 April

Terjebak di Zona Merah, IHSG Ditutup Naik 3,34 Poin
Layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Rabu (16/5). Sejak pagi IHSG terjebak di zona merah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Otoritas PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mengaku sudah meminta penjelasan kepada manajemen PT Garuda Indonesia (Persero) terkait perbedaan pendapatan antara pihak komisaris dan manajemen terhadap pembukuan laporan keuangan 2018.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menjelaskan, pihak bursa kini tengah berkoordinasi dengan perusahaan perihal masalah perbedaan pendapatan tersebut.

Dirinya pun menambahkan, BEI akan melakukan rapat dengar pendapat dengan pihak Garuda pada 30 April 2019 ini, yaitu pada pekan depan.

"Untuk memperjelaskan nature transaksi atas pendapatan tersebut, bursa akan mengadakan hearing pada Selasa, 30 April ini," tuturnya di Jakarta, Jumat (26/4/2019).

Menambahkan, Direktur Utama BEI Inarno Djajadi membenarkan bahwa otoritas bursa siap memanggil direksi Garuda pada pekan depan.

"Iya benar, minggu depan kita akan undang minta klarifikasinya atas perbedaan perlakuan akuntasinya," jelasnya.

Sementara itu, sejauh ini pihak BEI tengah mempelajari lebih lanjut terkait laporan keuangan perusahaan pelat merah tersebut.

"Terkait berita mengenai Laporan Tahunan Garuda tahun 2018, Bursa kini telah dan sedang mempelajari khususnya terkait dengan perjanjian dan pengakuan pendapatan," terang Nyoman.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya