OJK Beberkan Tantangan Industri BPR Saat Ini

BPR saat ini harus mampu mengantisipasi kebutuhan masyarakat yang menginginkan layanan cepat.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Mei 2019, 12:15 WIB
Diterbitkan 03 Mei 2019, 12:15 WIB
BPR
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha PT BPR Mustika Utama Kolaka

Liputan6.com, Bandung - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan berbagai tantangan industri Bank Perkreditan Rakyat (BPR) saat ini. Salah satu tantangan adalah arus dari perkembangan teknologi yang kemudian membawa pada kecepatan informasi.

Direktur Penelitian dan Pengaturan BPR, Ayahandayani mengatakan, dengan adanya perkembangan teknologi berdampak pada kebutuhan layanan perbankan khususnya BPR. Sebab, masyarakat kini sudah dimudahkan dengan internet. Melalui internet, beragam informasi dapat diakses mudah.

"Sekarang masyarakat bisa menggunakan handpone internet sehingga menuntut layanan lebih cepat. Semua langsung bisa dipegang dengan handpone bisa melakukan transaksi. Pola belanja berubah e-commerce. Sehingga BPR mau tidak mau menghadapi tantangan dengan perkembangan teknologi saat ini," katanya dalam acara Pelatihan dan Gathering Media Massa Jakarta, di Bandung, Jumat (3/5/2019).

Dia mengatakan, dengan pola perubahan tersebut kemudian mengharuskan BPR untuk mengimbangi dengan perkembangan teknologi yang ada. Karena, dari pelayanan yang sebelumnya masih dilakukan secara tatap muka kini sudah harus mulai dirubah.

"Dulu dengan hubungan pendekatan baik tapi harus diimbangi dengan perkembangan teknologi. BPR harus menyadari pola perilaku kebutuhan masyarakat sudah mulai berubah,"

Ayahandayani menyebut upaya yang dilakukan adalah bagaimana BPR saat ini harus mampu mengantisipasi kebutuhan masyarakat yang menginginkan layanan cepat. Untuk itu perlu adanya inovasi dan mulai sadar akan teknologi informasi.

Di samping itu, menjadi tantangan selanjutnya adalah masalah persaingan dengan lembaga keuangan lainnya. Menurut dia, adanya ketentuan Bank Umum untuk penyaluran kredit kepada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) menjadi irisan pasar dengan BPR.

"Selanjutnya Kredit Usaha Rakat (KUR) beririsan dengan pasarnya BPR. Ada program seperti lembaga pemerintah CSR atau BUMN memberikan kredit UMKM jadi pesaing BPR. Kondisi ini dan teknonologi jadi tantangan BPR bagaimana mereka tetap tumbuh memberikan layanan di tengah persaingan ketat saat ini," pungkasnya

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

OJK Catat Sebaran BPR 1.597 Unit, Terbanyak di Jawa dan Bali

20151104-OJK Pastikan Enam Peraturan Akan Selesai Pada 2015
Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) hingga periode Januari 2019 telah mencapai sebanyak 1.597 BPR. Jumlah tersebut tersebar di seluruh Indonesia.

Direktur Penelitian dan Pengaturan BPR, Ayahandayani mengatakan, dari 1.597 BPR tersebut sebanyak 69 persen atau 1.102 BPR penyebarannya masih berpusat di Pulau Jawa dan Bali. Sedangkan sisanya 31 persen atau sebesar 495 berada di luar Jawa dan Bali.

"Kondisi ini sudah mulai baik. Dahulu di atas 80 persen di Jawa dan Bali, karena adanya kebijakan otoritas maka meluas di luar Jawa Bali," ujar dia dalam acara Pelatihan dan Gathering Media Massa Jakarta, di Bandung, Jumat (3/5/2019).

Ayahandayani mengatakan, berdasarkan klasifikasi modal inti dari sebaran BPR tersebut cenderung terkonsentrasi pada kelas BPRKU 1. Modal inti dari BPR ini kurang dari Rp 15 miliar atau paling sedikit sekitar Rp 6 miliar.

"BPRKU1 sebagian besar BPR ada di sana semua di bawah Rp 15 miliar. 722 BPR separuhnya masih memiliki modal inti di bawah Rp 6 miliar," ujar dia.

Di samping itu, perkembangan kinerja industri BPR juga menunjukan tren positif. Secara aset pada pada periode Januari tumbuh 7,69 persen secara year on year (yoy) atau sebesar Rp 135,5 miliar.

Kemudian dana pihak ketiga juga mengalami pertumbuhan sebesar 8,59 persen secara (yoy) atau sekitar Rp 92,5 miliar. Pertumbuhan ini juga diikuti kredit yang sebesar 10,19 persen secara (yoy) atau Rp 98,6 miliar.

"BPR tetap mengalami peningkatan signifikan dari tahun 2013 sampai 2018 agak sedikit melandai karena ada persaingan di tahun 2017-2018" pungkasnya.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

OJK Cabut Izin Usaha BPR Sinarem

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Sinarenam Permai Jatiasih. BPR ini beralamat di Komplek Grand Bekasi Centre Blok A Nomor 15, Jalan Cut Meutia, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Pencabutan izin usaha BPR Sinarenam Permai Jatiasih dikeluarkan melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner (KADK) NomorKEP-186/D.03/2018 pada 8 November 2018.

"Pencabutan Izin Usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Sinarenam Permai Jatiasih, terhitung sejak 8 November2018," jelas Kepala OJK Regional 2 Jawa Barat Sarwono dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 8 November 2018.

Sebelumnya, sesuai dengan POJK Nomor 19/POJK.03/2017 dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 56/SEOJK.03/2017 yaitu tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan BPR dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, BPR Sinarenam Permai Jatiasih sejak 25 Juli 2018.

BPR ini telah ditetapkan menjadi status Dalam Pengawasan Khusus (BDPK) karena rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) yang kurang dari 0 persen.

Penetapan status BDPK tersebut disebabkan lemahnya pengelolaan manajemen BPR yang tidak memperhatikan prinsip kehati-hatian dan pemenuhan asas perbankan yang sehat.

Status tersebut ditetapkan dengan tujuan agar pengurus atau pemegang saham melakukan upaya penyehatan.

Namun, sampai batas waktu yang ditentukan, upaya penyehatan yang dilakukan pengurus atau pemegang saham untuk keluar dari status BDPK dan BPR dapat beroperasi secara normal dengan rasio KPMM paling kurang sebesar 8 persen, tidak terealisasi.

"Mempertimbangkan kondisi keuangan BPR yang semakin memburuk dan pernyataan ketidaksediaan dari Pemegang Saham dalam menyehatkan BPR tersebut serta menunjuk Pasal 38POJK di atas, maka OJK mencabut izin usaha BPR tersebut setelah memperoleh pemberitahuan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)," jelas Sarwono.

Dengan pencabutan izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Sinarenam Permai Jatiasih, selanjutnya LPS akan menjalankan fungsi penjaminan dan melakukan proses likuidasi sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009.

"OJK menghimbau nasabah PT Bank Perkreditan Rakyat Sinarenam Permai Jatiasih agar tetap tenang karena dana masyarakat di perbankan termasuk BPR dijamin LPS sesuai ketentuan yang berlaku," dia menandaskan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya