Liputan6.com, Jakarta - PT Angkasa Pura II (Persero) mengaku siap mengembangkan bandara Tjilik Riwut yang berlokasi di Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Hal ini jika nantinya Palangka Raya dipilih menjadi ibu kota negara menggantikan Jakarta.
Direktur Utama AP II Muhammad Awaluddin mengatakan, bandara kebanggaan warga Palangka Raya ini saat ini memiliki kapasitas 3 juta penumpang per tahunnya. Jumlah ini dinilai mampu menampung pertumbuhan penumpang 3-4 tahun mendatang.
"Luas aset kita di sana itu saja 340 hentar. Dengan luas itu dan sekarang kapasitasnya tiga juta, masih sangat potensial dikembangkan lebih besar lagi," kata Awaluddin di Jakarta, Kamis (15/5/2019).
Advertisement
Baca Juga
Dia menambahkan, saat ini rute penerbangan lintas katulistiwa dinilai juga belum berkembang. Dengan dijadikannya Palangka Raya sebagai ibu kota negara, dinilai akan mampu mengembangkan rute penerbangan lintas utara tersebut.
Dijelaskannya, saat ini penerbangan ke beberapa kota di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan ke arah timur, mayoritas harus melalui kota-kota di Pulau Jawa, seperti Jakarta dan Surabaya.
Jika Palangka Raya berkembang, nantinya menjadikan para maskapai lebih efisien dalam pengoperasian pesawat, khususnya rute-rute lintas khatulistiwa tersebut.
"Palangka Raya sekarang sebenarnya sudah menjadi hub untuk penerbangan ke beberapa kota di intra Kalimantan itu sendiri, seperti Palangka Raya-Pangkalan Bun, dan sebagainya. Jadi potensinya masih cukup besar," pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Kaltim dan Kalteng Jadi Kandidat Ibu Kota Baru, Ini Plus Minusnya
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengunjungi beberapa lokasi di Kalimantan untuk menindaklanjuti rencana pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta. Lokasi yang dikunjungi yaitu Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan dari hasil kunjungannya, setidaknya sudah ada beberapa kesimpulan dari dua wilayah yang bakal menjadi lokasi ibu kota tersebut.
Untuk Kalimantan Tengah, Bambang memaparkan keunggulannya yaitu memiliki akses terhadap Bandara Tjilik Riwut (Hierarki Pengumpul Tersier), bebas bencana gempa bumi, 97,04 persen wilayah tergolong ke dalam area yang aman dari banjir.Â
"Selain itu, Kalteng juga tidak berbatasan langsung dengan batas negara, ketersediaan lahan yang luas dengan 70 persen status hutan produksi konversi (bebas konsesi) dan hutan produksi dengan konsesi Hutan Alam," kata Bambang di kantornya, Kamis (16/5/2019).
Hanya saja, ada beberapa kelemahan yang disimpulkan Bambang. Pertama lokasi jauh dari pelabuhan laut sekitar ±6 jam, ketersediaan sumber daya air tanah terbatas, hanya tersedia air sungai.
Â
Advertisement
Isu Sosial
Selain itu sebagian besar wilayah deliniasi memiliki lapisan gambut yang rentan terhadap kebakaran hutan dan lahan, truktur demografi relatif homogen dan secara historis pernah terjadi konflik sosial (peristiwa Sampit)
Untuk wilayah Kalimantan Timur, Bambang memaparkan beberapa kelebihannya menjadi kandidat ibu kota, yaitu dekat dengan dua bandara besar di Samarinda dan Balikpapan, dekat dengan akses Jalan Tol Balikpapan-Samarinda, dan dekat dengan Pelabuhan Semayang Balikpapan.
Selanjutnya, keunggulan lainnya adalah ketersediaan infrastruktur jaringan energi dan air bersih, struktur demografi heterogen, sebagian besar merupakan pendatang, lokasi delineasi dilewati oleh ALKI II di sekitar Selat Makassar, bebas hutan, bencana alam gempa bumi dan kebakaran.
"Kaltim juga tidak berbatasan langsung dengan batas negara, memiliki ketersediaan lahan dengan status APL, hutan produksi dengan konsesi HTI dan hutan produksi yang bebas konsesi," tambahnya.
Sementara untuk kelemahannya untuk menjadi ibu kota hanya ada dua poin, yaitu rawan banjir pada wilayah yang dekat dengan hulu DAS dan ketersediaan sumber daya air tanah rendah.
"Kalau dilihat dari kelemahannya, lebih sedikit Kalimantan Timur," tegas Bambang.