Liputan6.com, Jakarta - Maskapai Garuda tidak terima karena dikenakan denda ratusan miliar oleh pengadilan Australia akibat melakukan price fixing. Dendanya ialah sebesar 19 juta dolar Australia atau Rp Rp 189,2 Miliar (1 dolar Australia = Rp 9.961).
Australian Competition & Consumer Commission (ACCC) menuduh 15 maskapai melakukan kesepakatan dan price fixing untuk rute pengangkutan kargo menuju jurisdiksi Australia. 13 maskapai mengaku bersalah, sementara Garuda serta Air New Zealand mengajukan banding.
Advertisement
Baca Juga
"Kejadian tersebut merupakan case lama yang terjadi sejak kurun waktu tahun 2003 hingga 2006 lalu, belum berkekuatan hukum tetap dan masih ada celah hukum yang memungkinkan untuk melakukan banding," jelas Garuda VP Corporate Secretary Garuda, Ikhsan Rosan, dalam keterangan resminya pada Jumat (31/5/2019).
Keputusan denda dijatuhkan oleh Pengadilan Federal Australia. Selain membayar denda 19 juta dolar Australia, Garuda dan Air New Zealand harus diminta membayar biaya peradilan.
Pihak Garuda menyebut denda harusnya tidak melebihi 2,5 juta dolar Australia (Rp 24,9 miliar). Itu mengingat pendapatan pengangkutan kargo Garuda saat kejadian sebesar sebesar USD 1,098,000 dan pendapatan pengangkutan kargo dari Hong Kong sebesar USD 656,000.
Maskapai plat merah itu juga mengaku berkoordinasi dengan Kedubes Australia sejak tahun 2012 dan Tim Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional, Kementerian Luar Negeri sejak tahun 2016. Sebelumnya, Garuda juga berkoordinasi dengan KPPU Indonesia.
"Garuda Indonesia menganggap bahwa perkara ini tidak fair dan Garuda Indonesia tidak pernah melakukan praktek tersebut dalam bisnisnya," ujar Garuda.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
BPK Audit Laporan Keuangan Garuda Indonesia
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Rencananya, hasil pemeriksaan akan diumumkan usai Lebaran.
Anggota III BPK Achsanul Qosasi mengaku pihaknya telah mengirimkan tim beberapa waktu lalu. Tim ini bekerja untuk mengevaluasi kantor akuntan publik. BPK juga telah melakukan wawancara dengan jajaran direksi, serta melakukan kajian lainnya.
"Jadi kita sudah mendapatkan informasi yang lengkap, setelah itu baru kita umumkan. Mungkin 5 hari setelah lebaran (akan diumumkan)," papar Achsanul di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 29 Mei 2019.
"Apakah itu sesuai dengan aturan undang-undang atau ada hal yang tidak dipenuhi. Sehingga harus dilakukan langkah-langkah perbaikan. Jadi intinya laporan keuangan Garuda itu harus diperbaiki atau sudah dianggap cukup. Itu nanti," sambung Achsanul.
Untuk diketahui, Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Garuda Indonesia pada 24 April 2019, mengumumkan bahwa sepanjang tahun 2018 perusahaan mencetak laba bersih USD 809,84 ribu, meningkat tajam dari tahun 2017 yang rugi USD 216,58 juta.
Namun, laporan keuangan itu menjadi sorotan karena adanya penolakan dari dua komisarisnya.
Penolakan tersebut terkaif perjanjian kerjasama dengan PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia, di mana apabila tanpa pengakuan pendapatan ini, perseroan diperkirakan akan alami kerugian sebesar USD 244,95 juta.
Advertisement
Garuda Indonesia akan Operasikan 4 Pesawat Khusus Cargo
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk akan menambah jumlah pesawat cargo menjadi 4 unit dalam waktu dekat. Ini sebagai respon atas semakin meningkatnya permintaan pengiriman barang lewat udara.
Seiring menggeliatnya e-commerce membuat volume pengiriman barang semakin meningkat.
Selain itu, jumlah ekspor ikan yang terus naik dari sentra-sentra perikanan di wilayah Indonesia bagian timur juga mendorong bertumbuhnya permintaan jasa cargo udara.
Saat ini Garuda Indonesia telah mengoperasikan dua pesawat cargo, yakni tipe Boeing 737-300 dan Boeing 737-400, yang masing-masing berkapasitas angkut 15 dan 18 ton.
Dalam beberapa waktu ke depan, perseroan akan menambah dua pesawat kargo, yaitu Airbus A330 yang berkapasitas angkut 60 ton dan Boeing 737-800 yang berkapasitas angkut 23 ton.
Direktur Kargo dan Pengembangan Bisnis Garuda Indonesia Mohammad Iqbal mengatakan, dua pesawat yakni A330 dan B737-800 akan melayani kargo untuk rute regional karena kapasitasnya lebih besar. Sekaligus, akan meningkatkan efisiensi dalam pengiriman barang.
“Selama ini pesawat yang membawa cargo dari daerah harus transit ke Bandara Soekarno-Hatta sebelum barang tersebut melanjutkan ke daerah tujuan. Dengan bertambahnya pesawat khusus cargo, hal ini akan meningkatkan efisiensi dalam pengiriman barang, karena langsung menuju ke tujuan tanpa harus transit di Jakarta,” kata Mohammad Iqbal.
Dua pesawat tersebut masih dalam proses konversi yang dikerjakan oleh anak usaha Garuda Indonesia, PT GMF AeroAsia Tbk (GMF).