Hadapi Industri 4.0, Petani Sawit Harus Melek Teknologi

Petani sawit harus mampu menguasai teknologi mutakhir, khususnya teknologi berbasis aplikasi.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 09 Jul 2019, 18:45 WIB
Diterbitkan 09 Jul 2019, 18:45 WIB
20160308-Ilustrasi-Kelapa-Sawit-iStockphoto
Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) melalui Ketua Umum barunya, Gulat Manurung, coba mengajak para petani sawit untuk melek teknologi terkini dan memanfaatkannya.

Menurut mantan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Apkasindo Provinsi Riau ini, petani sawit harus mampu menguasai teknologi mutakhir, khususnya teknologi berbasis aplikasi.

"Kami juga musti mengupgrate diri oleh munculnya revolusi industri 4.0. Lewat teknologi itu, petani tidak akan repot lagi menyuguhkan data dan lokasi lahannya," ujar Gulat di Jakarta, Selasa (9/7/2019).

Dengan banyaknya jumlah petani sawit di Tanah Air, ia melanjutkan, pekerjaan asosiasi yang dibawahinya tidak akan ringan. Dia menyatakan, kendala itu bisa teratasi bila petani mau membuka diri terhadap teknologi.

"Intinya itu tadi, kami petani kelapa sawit musti bisa menjadi petani modern dan sustainable," dia menegaskan.

Pekerjaan yang tak kalah penting, sambungnya, yakni mengajak pemerintah dan stakeholder terkait untuk duduk bersama, mencari solusi yang paling pas untuk mengeluarkan lahan para petani dari kawasan hutan.

Dia menyebutkan, 75 persoalan perkebunan rakyat akan tuntas jika urusan kawasan hutan selesai. Dan jika hal itu rampung, Apkasindo dikatakannya akan lebih menggeber supaya sawit rakyat terdaftar di Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).

"Kita punya target bahwa pada 2025, 75 persen kebun sawit rakyat sudah terdaftar di ISPO," seru Gulat.

"Dari sekitar 14 juta hektare kebun kelapa sawit di Indonesia, 45 persen adalah kebun milik petani. Kebun terluas ada di Riau, mencapai 2,2 juta hektar," tandasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Petani Sawit Minta Pungutan Ekspor CPO Kembali Berlaku

20160308-Ilustrasi-Kelapa-Sawit-iStockphoto
Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Petani sawit yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa SawitIndonesia (APKASINDO) meminta pemerintah untuk melanjutkan kebijakan pungutan ekspor sawit.

Ketua Umum DPP APKASINDO Gulat ME Manurung mengatakan, dana pungutan telah dirasakan petani melalui berbagai kegiatan seperti Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), beasiswa anak petani serta buruh sawit, dan pelatihan kompetensi petani.

"APKASINDO tegaskan pungutan ekspor harus dipertahankan. Karena program ini menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan perekonomian nasional serta daerah," ujar dia di Jakarta, Jumat (28/6/2019).

Dia menilai pungutan sangat berdampak positif bagi petani. Sejak pertengahan 2015, dana pungutan yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) sangat bermanfaat bagi para petani khususnya.

Sebagai contoh, ada 10 ribu petani sawit Apkasindo di 22 provinsi dan 116 Kabupaten/Kota yang mendapatkan pelatihan teknis berkebun.

Terkait program beasiswa, ada 1.500 anak-anak petani di 22 provinsi menerima beasiswa pendidikan D1 dan D3 sawit di Instiper Yogyakarta dan Poltek Sawit CWE.

Selain itu, dana pungutan juga dimanfaatkan bagi pengembangan riset dan kegiatan promosi sawit di dalam serta luar negeri.

Adapula lebih dari 50 ribu hektar lahan petani sudah mendapatkan hibah Rp25 juta per hektare untuk program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).

"Yang harus dicatat, PSR ini kebijakan strategis pemerintahan Joko Widodo dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani. Program tersebut dapat terjadi karena Presiden menerbitkan Perpres 61 Tahun 2015 dan berdirinya BPDP-KS. Selama negara ini berdiri, belum ada kebijakan strategis seperti itu," tegas dia.

Gulat juga membantah pernyataan yang menyebut jika pungutan ekspor menjadi biang keladi turunnya harga tandan buah segar (TBS) sawit petani belakangan ini. Itu sebabnya, pungutan ekspor perlu diberlakukan kembali walaupun besarannya perlu disesuaikan.

"Sebab lagi-lagi saya katakan, PE (pungutan ekspor) tidak ada kaitannya dengan penurunan harga TBS petani," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya