Pemerintah dan DPR Sahkan UU Pekerja Sosial

Pekerja sosial telah memberi kontribusi untuk mencegah disfungsi sosial sehingga membutuhkan payung hukum berupa Undang-Undang (UU).

oleh Athika Rahma diperbarui 03 Sep 2019, 13:12 WIB
Diterbitkan 03 Sep 2019, 13:12 WIB
sidang paripurna
Rapat paripurna DPR masa persidangan IV tahun sidang 2016-2017, Rabu (15/3/2017). (Liputan6.com/Taufiqurrohman)

Liputan6.com, Jakarta - Hari ini, Selasa (03/09/2019) menggelar rapat paripurna di Ruang Sidang Paripurna Nusantara II, Kompleks DPR RI, Jakarta. DPR dijadwalkan mengesahkan dua Rancangan Undang-Undang (RUU), yaitu RUU Sumber Daya Air (SDA) dan RUU Pekerja Sosial.

Dalam rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Utut Adianto, DPR mensahkan RUU Pekerja Sosial menjadi UU.

"Pekerja sosial telah memberi kontribusi untuk mencegah disfungsi sosial, maka diperlukan payung hukum terhadap keberadaan para pekerja sosial dalam melaksanakan prakteknya," ujar Menteri Sosial RI, Agus Gumiwang Kartasasmita di Gedung DPR, Selasa (03/09/2019).

RUU yang telah sah menjadi UU ini secara umum menjelaskan definisi, lingkup dan Standard Operational Procedure (SOP) praktek pekerjaan sosial. Agus menambahkan, pemerintah siap menjalankan UU ini demi kesejahteraan pekerja sosial.

RUU Pekerja Sosial sendiri merupakan inisiatif DPR melalui surat yang disampaikan Ketua DPR RI kepada Presiden tanggal 3 Oktober 2018.

Sementara RUU SDA masih belum disahkan karena terkendala beberapa hal teknis dan akan dijadwalkan pada sidang paripurna berikutnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pemerintah Fokus Penempatan Pekerja Migran Profesional

Pemerintah Fokus Penempatan Pekerja Migran Profesional
Sekretaris Utama BNP2TKI, Tatang Budie Utama Razak menjadi salah satu pembicara dalam Forum Debriefing Kepala Perwakilan RI bertempat di Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (29/08/2019).

Sekretaris Utama BNP2TKI, Tatang Budie Utama Razak menjadi salah satu pembicara dalam Forum Debriefing Kepala Perwakilan RI bertempat di Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (29/08/2019).

Tatang yang sebelumnya menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Kuwait menceritakan pengalamannya kepada 200 mahasiswa jurusan Hubungan Internasional FISIP Universitas Diponegoro.

"Orang-orang Indonesia dan Kuwait sama-sama tidak mengenal satu sama lain secara dalam. Bahkan yang dikenal Kuwait tentang Indonesia adalah soal pembantu rumah tangganya," ujar Tatang.

Tatang menyatakan, untuk itu sudah saatnya berubah. Karena sebagai bangsa yang besar, sangat disayangkan jika bangsa lain tidak mengenal Indonesia dengan segala sumber daya yang dimilikinya. Perubahan ini bisa dimulai dengan mengubah mindset kita tentang bekerja diluar negeri. Penyebutan TKI pun di dalam UU nomor 18 tahun 2017 diubah menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI).

"Kalau bicara mengenai TKI yang sekarang disebut PMI ini seakan-akan cerita duka, dengan adanya kasus-kasus yang menimpa PMI. Padahal di luar negeri sana banyak sekali diaspora yang bekerja sebagai dokter, perawat, dan berbagai pekerjaan profesional lainnya," paparnya.

Seperti halnya pengiriman PMI melalui skema Government to Government (G to G) ke Korea Selatan.

"PMI yang bekerja kesana hanya lulusan SMP dan SMA, tetapi bisa mendapatkan gaji dasar sebesar 21 juta. Kalau bisa menempatkan ke luar negeri dengan gaji besar, mengapa kita masih mengirimkan PMI yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga? Untuk itu kedepannya BNP2TKI akan menekan penempatan PMI yang low level dan fokus untuk membuka peluang kerja bagi PMI profesional," ujarnya.

Tatang berpesan kepada mahasiswa, Sebagai calon pemimpin di masa mendatang, kalian harus senantiasa membuka mata dan memperluas horizon, serta mempersiapkan diri dengan meningkatkan kompetensi, selalu meng-update diri dan tidak mudah terprovokasi.

Forum Debriefing ini menghadirkan 3 Duta Besar RI untuk berbagi pengalaman saat menjadi Kepala Perwakilan RI. Seperti Duta Besar Imam Santoso mantan Duta Besar RI untuk Addis Ababa, Duta Besar Drs. Wardana mantan Duta Besar RI untuk Turki, dan Duta Besar Dra. Wening Esthyprobo Fatandari, M.A. mantan Duta Besar RI untuk Hongaria.

Forum ini merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya