OJK Perlu Awasi Konglomerasi Sektor Keuangan

Bank Dunia menyarankan, OJK perlu melakukan penilaian mendetil terhadap gap aktuaria.

oleh Bawono Yadika diperbarui 06 Sep 2019, 15:30 WIB
Diterbitkan 06 Sep 2019, 15:30 WIB
20151104-OJK Pastikan Enam Peraturan Akan Selesai Pada 2015
Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta,(4/11/2015). Pengawas Pasar Modal OJK mengatakan pembahasan enam beleid sudah final karena tidak ada lagi perdebatan dari segi substansi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia kini tengah berada dalam ancaman arus modal keluar (capital outflow) yang besar imbas dari perlambatan ekonomi global. Hal itu terungkap dalam materi presentasi Bank Dunia yang bertajuk Global Economics Risk and Implications for Indonesia.

Dalam materi itu, Bank Dunia juga menyoroti permasalahan di industri keuangan Indonesia. Disebutnya, ada sejumlah hal yang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu perbaiki di industri keuangan RI.

Masalah pertama, konglomerasi yang terjadi di sektor keuangan. Kedua, persoalan kredibilitas yang terjadi di sektor asuransi dalam negeri.

Bank Dunia mengungkapkan, konglomerasi di sektor keuangan mengambil pasar industri perbankan sampai 88 persen.

OJK dinilai perlu memperbaiki tata kelola dan pengawasan terhadap proses penilaian risiko lintas sektor. Sebab, gap antara regulasi dan pengawasan terhadap konglomerasi keuangan sangatlah besar.

Bank Dunia juga menyarankan OJK untuk merevisi aturan, dan membentuk satu tim yang khusus mengawasi risiko dari konglomerasi keuangan ini.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Industri Asuransi

20160217-Ilustrasi Asuransi-iStockphoto
Ilustrasi Asuransi (iStockphoto)

Persoalan kedua ialah masih lemahnya industri asuransi Indonesia. Sebagai contoh, Bank Dunia menekankan dua asuransi jiwa nasional terbesar, yakni Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 dan Asuransi Jiwasraya, yang belum mampu memenuhi kewajibannya.

"Tidak main-main, mengingat kedua asuransi tersebut memiliki sekitar 7 juta orang nasabah dengan lebih dari 18 juta polis, di mana mayoritasnya merupakan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah," tulis Bank Dunia, Jumat (6/9/2019).

Bank Dunia menyarankan, OJK perlu melakukan penilaian mendetil terhadap gap aktuaria. Dan berdasarkan penilaian tersebut bisa mengambil kebijakan recovery atau resolusi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya