Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa pertumbuhan industri asuransi hingga saat ini masih positif. Hal ini sekaligus menjawab keresahan ancaman industri asuransi pasca mencuatnya kasus Jiwasraya dan Asabri.
Dikutip dari data OJK, menunjukkan pertumbuhan aset terus meningkat sejak 2014 dari Rp807,7 triliun menjadi Rp1.325,7 triliun di Desember 2019. Nilai investasi industri ini juga terus meningkat dari Rp648,3 triliun di 2014 menjadi Rp1.141,8 di 2019 lalu.
Data premi asuransi komersial pada 2019 juga menunjukkan pertumbuhan 6,1 persen (yoy) menjadi Rp261,65 triliun. Premi asuransi jiwa berkembang sebesar Rp 169,86 triliun dan premi asuransi umum/reasuransi naik sebesar Rp 91,79 triliun.
Advertisement
Baca Juga
Sementara tingkat permodalan Risk Base Capital (RBC) pada 2019 sebesar 329,3 persen untuk asuransi umum dan 725,4 persen untuk asuransi jiwa. Angka yang jauh di atas ambang batas permodalan asuransi minimal 120 persen.
Pengajar Magister Manajemen Universitas Indonesia Alberto Daniel Hanani, menilai bahwa kinerja industri asuransi sejak diatur dan diawasi OJK sudah menunjukkan banyak kemajuan terlihat dari pertumbuhannya tiap tahun.
"Ini tidak hanya kinerja OJK. Menurut saya, ini kinerja para pelaku industri asuransi yang cermat memanfaatkan peluang secara baik, lebih dari kinerja regulator juga.Apakah kemajuan industri tersebut menghasilkan suatu industri yang lebih baik dari sebelumnya? Tentu saja, tapi tidak ada yang mutlak," ungkapnya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (21/1/2020).
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Catatan
Kendati demikian, berbagai hal perbaikan harus terus ditingkatkan yang bertujuan menyesuaikan dengan perkembangan teknologi, permintaan pasar dan perlindungan konsumennya.
Reformasi di industri asuransi menurutnya perlu dilakukan, seperti dengan penguatan peraturan tentang governance perusahaan dan manajemen risiko serta penegakan aturan (enforcement) yang dapat memastikan pimpinan perusahaan dan regulator berperilaku rasional bermoral secara lebih konsisten.
"Untuk mengatasi masalah sifat opportunistic manusia yang rasionalitasnya terbatas (bounded), maka perlu sekali adanya check and balance berlapis. Sehingga tindakan khilaf dapat diobservasi dan dampak khilaf dapat dimitgasi secepat mungkin," ucapnya.
Pertama adalah membuat aturan yang lebih jelas dan transparan. Kedua, harus memastikan aturan dipatuhi melalui mekanisme pengawasan berlapis (dari audit internal perusahaan, manajemen risiko oleh dewan komisaris, pelaporan dan pemeriksaan rutin oleh regulator, melakukan tindakan koreksi tepat waktu sesuai dengan hasil compliance assessment, dan seterusnya).
"Fungsi OJK bukan hanya mengawasi perilaku industri, tapi juga mengatur norma perilaku. Fungsi pengaturan itu untuk menetapkan standar batas-batas perilaku industri yang patut dan dapat diterima oleh rasionalitas publik yang bermoral. Fungsi pengawasan bertujuan memastikan peraturan yang berlaku dipatuhi, sehingga risiko terjadinya pelanggaran yang berpotensi menghancurkan tatanan industri yang sehat dapat dimitigasi dengan baik dan tepat waktu," jelasnya.
Mengenai beberapa kasus di industri asuransi, Alberto mengatakan perlu diliat jelas asal persoalannya, mengingat kebanyakan berawal dari persoalan lama yang tidak diselesaikan oleh otoritas sebelum OJK.
"Harus dilihat akar masalahnya, isu lain yang sering diabaikan padahal penting adalah apa beban warisan sejarah perusahaan yang selama ini dicoba disembunyikan?" tuturnya.
Warisan ini menurut Alberto, juga merupakan faktor eksternalitas yang tidak bisa lagi diubah karena seperti pepatah 'nasi sudah jadi bubur', dan sudah seharusnya disikapi dengan jujur, tetapi bijak dan tenang.
Â
Advertisement
Melebihi Target
Di lain kesempatan, Mantan Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK periode 2012-2017, Firdaus Djaelani juga sepakat bahwa Industri Asuransi saat ini pertumbuhannya positif, bahkan melebihi target.
"Sebetulnya industri asuransi kita cukup bagus, cukup berkembang. Meskipun sekarang sedikit banyak ramai tapi pertumbuhan sudah sekitar 6 persen dan aset yang dikelola sudah mencapai lebih dari Rp250 triliun," ucapnya.
Untuk upaya reformasi Industri Asuransi sendiri Firdaus mengungkapkan bahwa langkah-langkah pembenahan sudah dilakukan sejak sebelum lahirnya OJK, yakni sejak regulasi berada di Kementerian Keuangan. Pembenahan ini dilakukan secara bertahap.
Sebelumnya, OJK menyebut industri asuransi masih tumbuh positif di tengah isu santer yang menimpa Jiwasraya. Kendati demikian OJK ingin mereformasi industri Asuransi ini secara terus menerus agar menjadi lebih baik lagi.
"Sebenarnya industri asuransi ini tidak terlalu terimbas, dengan isu yang sedang kita tangani (Jiwasraya dan Asabri). Namun kita akui kita perlu lebih serius, karena industri ini perlu reformasi," kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan di Jakarta, Kamis pekan lalu (16/1/2020).
Wimboh mengatakan industri asuransi membutuhkan perhatian lebih serius untuk memperbaiki governance, kehati- hatian dan kinerjanya. Setidaknya dibutuhkan reformasi dalam bentuk pengaturan, pengawasan dan permodalan.