Sri Mulyani: Corona Bisa Ganggu Stabilitas Sistem Keuangan

Arus modal keluar dari Indonesia pada saat pandemi Corona ini jauh lebih besar dibandingkan dengan periode krisis keuangan global 2008 dan taper tantrum 2013.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Mei 2020, 17:10 WIB
Diterbitkan 12 Mei 2020, 17:10 WIB
DPR dan Menteri Keuangan Bahas RUU Prioritas 2020
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat rapat konsultasi dengan DPR di Ruang Pansus B, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (16/12). Rapat membahas program Omnibus Law dan RUU Prolegnas Prioritas tahun 2020 terkait keuangan dan perkembangan makro fiskal dan keuangan negara. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Penyebaran virus corona atau Covid-19 menimbulkan berbagai kepanikan di pasar keuangan global, tak terkecuali Indonesia. Bahkan, akibat pandemi ini tingkat kecemasan investor di pasar saham menyentuh level tertinggi sepanjang sejarah.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengakui, arus modal keluar di negara-negara berkembangn sangat besar. Mengingat investor mencari aset yang aman, atau dengan kata lain memindahkan aset keuangannya ke safe-haven assets, yaitu emas dan dolar AS.

Bahkan, dia mencatat angka arus modal keluar di Indonesia jauh lebih besar dibandingkan dengan periode krisis keuangan global 2008 dan taper tantrum 2013. Di mana pada periode Januari-Maret 2020 atau kuartal pertama arus modal keluar mencapai Rp 145,28 triliun.

"Pandemi Corona Covid-19 telah menciptakan ancaman nyata bagi keselamatan rakyat, ancaman terhadap sosial ekonomi dan sistem keuangan," kata dia dalam sidang Paripurna DPR RI, di Jakarta, Selasa (12/5/2020).

Dampak Covid-19 terlihat nyata melalui berbagai indikator. Bahkan pertumbuhan ekonomi global diproyeksikan akan merosot sangat tajam dan mengalami resesi di tahun 2020

Pada Januari 2020, IMF masih optimistis dengan proyeksi ekonomi global di tahun 2020 yang akan tumbuh 3,3 persen, namun pada bulan April 2020 - akibat Corona Covid-19, proyeksi dikoreksi tajam menjadi minus 3,0 persen.

"Artinya proyeksi ekonomi dunia mengalami kemerosotan lebih dari 6 persen, potensi output yang hilang ini lebih besar dari perekonomian Jepang," katanya.

 

Kredit Bermasalah

Sri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 TSri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 T
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). Kemenkeu mencatat defisit APBN pada Januari 2019 mencapai Rp45,8 triliun atau 0,28 persen dari PDB. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dampak dari resesi global, banyak masyarakat yang tidak bisa bekerja dan terancam kehilangan sumber pendapatannya. Jika tidak diantisipasi dengan segera, kondisi ini akan menjalar ke sektor keuangan, meningkatkan kredit bermasalah atau bahkan berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.

Oleh karenanya, untuk mencegah hal tersebut, seluruh dunia mengambil langkah-langkah luar biasa untuk menyelamatkan manusia dan perekonomian. Stimulus fiskal dalam jumlah yang sangat besar disiapkan oleh pemerintah.

"Langkah kebijakan di berbagai negara dapat dikelompokkan dalam empat kategori yaitu penanganan langsung dampak Covid-19 di sektor kesehatan, perluasan social safety net, stimulus untuk membantu pemulihan dunia usaha, dan perlindungan terhadap stabilitas sistem keuangan," tandas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya