Liputan6.com, Jakarta - Koordinator Koalisi Masyarakat Penggugat Harga BBM, Marwan Batubara, menggugat inkonsistensi penentuan harga bahan bakar minyak (BBM).
Marwan menjelaskan, penetapan harga BBM di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) yang telah berlangsung dua periode sebenarnya merujuk pada dua aturan, yakni Perpres Nomor 191/2014 dan Perpres Nomor 43/2018.
Baca Juga
"Dua Perpres inilah yang menjadi rujukan terbitnya sederetan Kepmen dan Permen ESDM terkait harga BBM, dan formula harga yang menjadi rujukan bagi harga jual tiga jenis BBM, yakni BBM tertentu, BBM khusus penugasan, dan BBM umum," ungkapnya dalam sesi teleconference, Kamis (11/6/2020).
Advertisement
Dari dua kebijakan tersebut, ia mengatakan, telah lahir lebih dari 10 kali perubahan terhadap Keputusan Menteri (Kepmen) dan Peraturan Menteri (Permen) ESDM terkait harga BBM. Salah satunya soal fungsi Pertamina, apakah cukup hanya melapor saja atau harus meminta izin kepada pemerintah untuk menentukan harga bahan bakar.
"Maka terbitlah Permen yang menjelang pemilu itu, dimana hal tersebut harus dikendalikan karena kontrolnya harus kuat. Maka yang tadinya cukup melapor itu berubah jadi harus meminta izin terlebih dahulu," ucap Marwan.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Pertamina Tak Diizinkan Turunkan Harga BBM
Dari kasus tersebut, Marwan merujuk pada kebijakan terakhir yang memberi kewenangan pada Pertamina untuk cukup melapor tanpa meminta izin kepada pemerintah dalam menurunkan harga BBM umum. Hal tersebut mulai berlaku pada awal April 2020 ketika harga minyak dunia mengalami penurunan tajam.
Namun, Marwan bercerita, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Pertamina dengan Komisi VII DPR pada 21 April 2020, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati justru mengaku pihaknya tidak dapat izin dari pemerintah untuk menurunkan harga BBM umum.
"Jadi sebenarnya Pertamina bisa menetapkan harga untuk BBM umum, dan tinggal melapor ke pemerintah. Tapi ternyata kita melihat tidak konsistennya penegakan hukum dan aturan main yang dijalankan oleh pemerintah dan Pertamina. Jadi di sini saya kira yang harus bertanggung jawab adalah pemerintah," tegasnya.
Advertisement