Liputan6.com, Jakarta - Perempuan mendominasi jumlah tenaga kerja di sektor industri hasil tembakau (IHT). Berdasarkan data BPS (2017), tercatat bahwa 86 persen dari seluruh pekerja di sektor pengolahan tembakau berasal dari kaum hawa.
Mayoritas dari jumlah pekerja tersebut pun berpendidikan rendah. Data Bank Dunia pada 2018 mencatat, persentase tingkat pendidikan pekerja perempuan di IHT untuk tamatan SD selalu di atas 30 persen di 2011-2015.
Baca Juga
Menyikapi situasi tersebut, Kementerian Ketenagakerjaan meminta kepada perusahaan rokok atau yang bergelut di bidang IHT untuk memberikan sejumlah perlindungan khusus bagi para pekerja perempuan.
Advertisement
Kasubdit Hubungan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Sumondang menekankan, pihak perusahaan perlu memberikan fasilitas atau perlindungan kepada pekerja wanita, khususnya terkait mendapatkan cuti haid.
"Tentunya cuti haid ini harus bagi pekerja yang betul-betul perempuan itu bermasalah karena haid. Jadi bukan semua perempuan dapat cuti haid, jangan sampai tenaga kerja sampai barengan gitu cuti haidnya," kata dia dalam sesi teleconference, Rabu (17/6/2020).
Anjuran lainnya, Sumondang melanjutkan, perusahaan rokok juga perlu memberikan keringanan bagi pekerja wanita yang baru saja melahirkan atau tengah mengurus anak.
"Kami tentunya mendorong mewajibkan bagaimana ada ruang ASI yang betul-betul memadai, bersih, dan sesuai dengan standar kesehatan. Dan juga memberikan waktu secukupnya untuk pekerja perempuan untuk menyusui anaknya," tegasnya.
Sumondang pun meminta agar perusahaan rokok bisa memfasilitasi pekerja perempuan yang terkena shift kerja malam dengan layanan antar jemput.
"Apabila di sana ada shift malam tentunya ada antar jemput bagi pekerja buruh perempuan yang bekerja di malam hari," imbuh Sumondang.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Penjualan Rokok Merana, Penerimaan Cukai Tetap Berjaya
Sebelumnya, Penerimaan negara dari Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada Mei 2020 mencapai Rp 66,2 triliun, atau menembus sekitar 40 persen dari target di akhir tahun yang sebesar Rp 165,65 triliun.
Hal tersebut berbanding terbalik dengan kondisi pasar penjualan rokok yang rontok di tengah adanya pembatasan sosial selama masa pandemi virus corona (Covid-19).
Ketua Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) Surabaya Sulami Bahar mengatakan, berdasarkan laporan dari sebagian anggotanya, penjualan rokok di pasar kini berkurang sekitar 1,5 persen.
"Untuk market kami mengalami penurunan sekitar 1,5 persen. Itu data dari sebagian anggota yang sudah melaporkan," ujar Sulami dalam sesi teleconference, Rabu (17/6/2020).
Sulami menyatakan, penerimaan CHT tetap mengalami kenaikan lantaran melonjaknya pembelian pita cukai akibat pabrik industri hasil tembakau membeli cukai lebih awal guna mengantisipasi terjadinya pembatasan sosial akibat virus corona (Covid-19).
"Kalau saya lihat, dari data yang dipunya, untuk pemesanan pita cukai di Maret dan April mengalami kenaikan. Mengalami kenaikan drastis memang. Yang biasanya cuman Rp 500 miliar per hari menjadi Rp 1,5 triliun sehari. Itu di Maret sampai April," ungkapnya.
Â
Advertisement
Produksi Rokok Naik
Di samping itu, ia menambahkan, angka produksi rokok menurut data Gapero juga mengalami kenaikan. Seperti pada Februari naik 26,3 miliar batang, Maret 41,4 miliar batang, dan April naik 30,2 miliar batang dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
"Kenapa kok naik? Karena untuk mengantisipasi adanya PSBB karena khawatir laju distribusi rokok terhambat," ucap Sulami.