Kriteria Bank Berisiko Gagal yang Bisa Dapat Suntikan LPS

LPS tidak serta merta langsung menyetujui penempatan dana kepada bank bermasalah namun pihaknya harus berkoordinasi dengan OJK.

oleh Arthur Gideon diperbarui 10 Jul 2020, 22:46 WIB
Diterbitkan 10 Jul 2020, 22:45 WIB
(Foto: Merdeka.com/Yayu Agustini Rahayu)
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah (Foto:Merdeka.com/Yayu Agustini Rahayu)

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memaparkan sejumlah kriteria bank berisiko gagal untuk mendapatkan suntikan dana sekaligus syarat agunan yang disiapkan bank bermasalah tersebut.

“Ketika bank sudah masuk dalam kriteria dalam pengawasan intensif, saat itu juga LPS sudah bisa melakukan pemeriksaan bersama OJK,” kata Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah dikutip dari Antara, Jumat (10/7/2020).

Menurut dia, pengawasan intensif terhadap bank itu dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku lembaga yang berwenang.

Halim menjelaskan kriteria tersebut diantaranya terkait kondisi likuiditas seperti rasio likuiditas, kemudian rasio permodalan termasuk rasio profitabilitas atau kemampuan bank itu mendapatkan keuntungan.

Meski begitu, kriteria tersebut akan didiskusikan lebih lanjut bersama dengan OJK termasuk jika bank tersebut juga masuk dalam pengawasan khusus.

Terkait berapa jumlah bank yang masuk dalam kategori bank dalam pengawasan intensif (BDPI) atau bank dalam pengawasan khusus (BDPK), Halim mengaku kewenangan tersebut berada di ranah OJK.

Seperti layaknya pemberian kredit, lanjut dia, bank bermasalah juga harus menyertakan agunan kepada LPS ketika mengajukan penempatan dana.

Agunan itu, lanjut dia, bisa berupa aset kredit yang lancar dan profil risiko kredit yang harus diteliti, kemudian aset tetap.

Jika belum mencukupi, pemilik bank harus menyerahkan pengalihan saham kepada LPS yang tentunya semua agunan itu akan diteliti kembali.

LPS tidak serta merta langsung menyetujui penempatan dana kepada bank bermasalah namun pihaknya harus berkoordinasi dengan OJK menyangkut analisis dana dan informasi termasuk dari Bank Indonesia.

“Sampai saat ini belum ada bank yang minta penempatan dana LPS,” katanya.

Punya Rp 128 Triliun, LPS Klaim Mampu Tangani Bank Bermasalah

20151101-Penyimpanan Uang-Jakarta
Tumpukan uang di ruang penyimpanan uang BNI, Jakarta, Senin (2/11/2015). Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat jumlah rekening simpanan dengan nilai di atas Rp2 M pada bulan September mengalami peningkatan . (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyebut total likuiditas yang dimiliki mencapai Rp 128 triliun. Jumah tersebut dinilai cukup menjadi bantalan dalam menangani bank bermasalah karena terdampak pandemi COvid-19.

“Kondisi likuiditas LPS baik-baik saja secara total Rp 128 triliun ini bantalan cukup untuk LPS menangani permasalahan perbankan,” kata Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah dikutip dari Antara, Jumat (10/7/2020)

Menurut dia, likuiditas LPS masih relatif sama dan tidak berubah karena pada semester kedua tahun ini pihaknya memberikan keringanan kepada perbankan tidak perlu melakukan pembayaran premi penjaminan karena dampak COVID-19.

Ia meyakini likuiditas LPS akan bertambah dari hasil investasi dana yang dimiliki selama ini.

Apabila LPS mengalami kesulitan dana dalam konteks penanganan bank bermasalah ketika pandemi COVID-19, lanjut dia, pemerintah akan menerbitkan surat berharga negara (SBN) yang diserap Bank Indonesia.

Dana hasil penjualan SBN ini, kata dia, akan diberikan kepada LPS untuk mendukung kebutuhan likuiditas ketika menangani bank bermasalah.

Kewenangan Baru

LPS mendapatkan kewenangan baru dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kewenangan LPS Dalam Rangka Melaksanakan Langkah Penanganan Permasalahan Stabilitas Sistem Keuangan.

Dalam aturan itu, LPS dapat melakukan penempatan dana kepada seluruh bank yang berisiko gagal mencapai 30 persen dari jumlah kekayaan LPS.

Penempatan dana pada satu bank, paling banyak mencapai 2,5 persen dari jumlah kekayaan LPS.

Halim menjelaskan LPS akan berperan menempatkan dana kepada bank yang masuk dalam kriteria pengawasan intensif oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Apabila menurut OJK, bank tersebut masuk dalam pengawasan khusus, LPS dapat menempatkan dana setelah koordinasi dengan OJK melalui permintaan bank.

“Ketika bank sudah masuk dalam kriteria bank dalam pengawasan intensif, itu proses pengawasan yang dilakukan OJK, saat itu juga LPS sudah bisa melakukan pemeriksaan bersama dengan OJK,” katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya