Liputan6.com, Jakarta Pandemi Corona yang melanda hampir seluruh negara di dunia memaksa pemerintah menyusun kebijakan yang tidak biasa (extraordinary) semata-mata agar status ekonomi dan kesehatan tidak semakin parah.
Salah satu kebijakan besar yang dilakukan pemerintah, termasuk Indonesia, ialah memangkas Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN) 2020.
Alokasi anggaran yang dipangkas akan digunakan untuk penanganan Corona dan penyaluran stimulus pembangkit ekonomi.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyatakan, APBN Indonesia dipangkas sampai 2 kali untuk menyesuaikan kondisi Indonesia menghadapi pandemi.
"APBN sebagai instrumen untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur harus merespon kebutuhan yang muncul manakala sebuah peristiwa yang belum terjadi seperti pandemi Covid-19 menyerang. Kebutuhan itu terus membengkak dan tidak tahu kapan akan berakhir. Itulah sebabnya pemerintah melakukan revisi APBN hingga 2 kali," ujarnya dalam postingan di akun Instagram @smindrawati, ditulis Minggu (12/7/2020).
Pemerintah sendiri telah mengeluarkan kebijakan untuk menyesuaikan postur APBN melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54/2020 dan Perpres Nomor 72/2020.
Revisi dilakukan karena sebelumnya pada Perpres 54/2020, defisit APBN melebar dari batas maksimal sehingga pada Perpres yang baru, batas tersebut dinaikkan lagi.
Dalam data Kementerian Keuangan yang diunggah Sri Mulyani, pendapatan negara tahun 2020 mengalami revisi target dari yang awalnya Rp 2.233,2 triliun, menjadi Rp 1.760,9 triliun (Perpres 54/2020), kemudian diubah lagi menjadi Rp 1.699,9 triliun (Perpres 72/2020).
Secara rinci, target pendapatan dari pajak diturunkan dari Rp 1.856,7 triliun menjadi Rp 1.462,6 triliun (Perpres 54) lalu berubah lagi jadi Rp 1.404,5 triliun (Perpres 72).
Adapun untuk target pendapatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) diubah dari Rp 367 triliun menjadi Rp 287,8 triliun (Perpres 54) lalu Rp 294,1 triliun (Perpres 72).
Adapun, dana hibah yang awalnya ditargetkan bisa mencapai Rp 500 miliar berubah lebih tinggi menjadi Rp 1,3 triliun (Perpres 72).
Saksikan video di bawah ini:
Perubahan Lainnya
Sementara untuk belanja, terjadi peningkatan yang tentu saja dialokasikan untuk penanganan pandemi.
Awalnya, belanja negara ditaksir mencapai Rp 2.540,4 triliun, naik jadi Rp 2.613,8 triliun (Perpres 54) lalu naik lagi jadi Rp 2.739,2 triliun (Perpres 72).
Secara rinci, belanja pemerintah pusat naik dari Rp 1.683,5 triliun menjadi Rp 1.851,1 triliun (Perpres 54) lalu menjadi Rp 1.975,2 triliun (Perpres 72).
Untuk transfer ke pemerintah daerah, belanja negara ditaksir mencapai Rp 856,9 triliun, namun turun menjadi Rp 762,7 triliun (Perpres 54) kemudian naik lagi jadi Rp 763,9 triliun.
Dari keseluruhan perkiraan anggaran belanja ini, Rp 695,2 triliun sudah dihabiskan untuk penanganan Corona mulai dari sektor kesehatan, perlindungan sosial hingga insentif dunia usaha.
Atas hal-hal diatas, seperti yang sudah disinggung sebelumnya, APBN mengalami defisit 6,34 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Hal ini gegara pengeluaran negara membengkak tapi pendapatan yang diraup tidak maksimal, apalagi pemerintah juga memberi insentif pajak dan PNBP dimana masyarakat mendapat kelomggaran bayar pajak.
"Pemerintah akan mengambil langkah-langkah penuh kehati-hatian untuk memenuhi pembiayaan anggaran demi menangani pandemi Covid-19 dan memulihkan ekonomi nasional," tegas Sri Mulyani.
Advertisement
Lanjutkan Membaca ↓