Ingin Tahu Soal Aturan Pesangon dalam UU Cipta Kerja? Ini Detailnya

Berdasarkan undang-undang yang baru, besaran pesangon diberikan maksimal 25 kali upah dengan skema pembayaran 19 kali oleh perusahaan dan enam kali oleh pemerintah.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Okt 2020, 12:30 WIB
Diterbitkan 06 Okt 2020, 12:30 WIB
FOTO: Diwarnai Aksi Walk Out, DPR Sahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja Jadi Undang-Undang
Fraksi Partai Demokrat Marwan C.A memberikan pendapat akhir partainya kepada Ketua DPR Puan Maharani disaksikan Wakil Pimpinan DPR Azis Syamsuddin, Sufmi Dasco Ahmad, dan Rachmad Gobel saat Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (5/10/2020). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - DPR telah mengesahkan Omnibus Law UU Cipta Kerja pada Senin kemarin. Undang-undang sapu jagad ini mengatur berbagai hal yang terangkum dalam 15 bab  dan 186 pasal. Salah satu di dalamnya menyangkut hak pesangon bagi pekerja yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK).

Aturan soal pesangon dalam UU Cipta Kerja ini mendapatkan penolakan keras dari sejumlah buruh. Sebab, jumlah pesangon yang tertuang di dalam UU Cipta Kerja berkurang dari sebelumnya yang dijanjikan oleh pemerintah.

Berdasarkan undang-undang yang baru, besaran pesangon diberikan maksimal 25 kali upah dengan skema pembayaran 19 kali oleh perusahaan dan enam kali oleh pemerintah.

Besaran pesangon ini lebih rendah dari jumlah yang dibahas pemerintah dan DPR pada rapat 3 Oktober lalu. Pesangon rencananya tetap dibayarkan penuh sebanyak 32 kali. Hanya, skemanya diubah dari yang semula dibayar penuh oleh perusahaan menjadi 23 kali dibayar perusahaan dan sembilan kali dibayar pemerintah.

Berikut bunyi lengkap Pasal 156 tentang pesangon di UU Cipta Kerja yang baru disahkan :

(1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

(2) Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak sesuai ketentuan sebagai berikut:

a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;

b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;

c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;

d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;

e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;

f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;

g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;

h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang 444 dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;

i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

(3) Uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak sesuai ketentuan sebagai berikut:

a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;

b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;

c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulanupah;

d. masa kerja 12 (duabelas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulanupah;

e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;

f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh)bulan upah;

g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;

h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah.

(4) Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruhditerima bekerja;

c. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerjabersama.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan video pilihan berikut ini:

Pemotongan Pesangon dalam UU Cipta Kerja Untungkan Semua Pihak, Benarkah?

FOTO: Sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju Hadiri Paripurna Pengesahan UU Ciptaker
Wakil Pimpinan DPR Azis Syamsuddin (kiri) mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU disaksikan Ketua DPR Puan Maharani (kedua kiri), Wakil Pimpinan DPR Sufmi Dasco Ahmad (kedua kanan) dan Rachmad Gobel saat Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta (5/10/2020). (Liputan6.com/JohanTallo)

Sebelumnya, Sekretaris Eksekutif I Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) Raden Pardede mengatakan bahwa pengurangan pesangon bagi tenaga kerja dari 32 kali menjadi 25 kali dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) merupakan jalan tengah. 

Menurut dia, pemotongan pesangon dalam UU Cipta Kerja menjadi jalan tengah antara kepentingan pengusaha dan pekerja atau buruh. Mengingat nilai pesangon bagi pekerja di Indonesia termasuk tinggi di dunia.

 

"Pemotongan pesangon dari 32 kali mungkin menjadi 25 kali, apa itu seperti menjadi kerugian buat pekerja? mungkin iya. Tapi, kita termasuk paling tinggi dalam pesangon dibandingkan negara lain. Oleh Karena itu, kita cari jalan tengah untuk meringankan beban pengusaha," kata dia dalam Media Discussion bersama Sekretariat Komite PC-PEN, terkait 'Daya Beli Masyarakat di tengah Pandemi Covid-19', Senin (5/10/2020).

Pardede menilai keputusan untuk melakukan pemangkasan pemberian pesangon menjadi 25 kali juga dinilai masih menguntungkan bagi buruh. Mengingat pemerintah juga tetap berkomitmen untuk menyalurkan berbagai bantuan sosial bagi masyarakat, termasuk buruh yang terdampak pandemi Covid-19.

"Bansos sekarang ini juga ada BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan untuk subsidi gaji, dan bansos lainnya yang akan terus dinaikkan untuk menjadi bantalan sosial. Sekalipun nanti orang tidak bekerja dan berkurang pesangonya masih ada bansos," jelas dia.

Terlebih, dia mengklaim pemerintah tetap berada diposisi netral. Sehingga kebijakan yang diambil bersifat win-win solution atu menguntungkan kedua belah pihak

"Jadi, kita tidak bermaksud dari ekstrimisme kiri ke kanan Kita ingin win-win solution. Pemerintah juga akan memperkuat jaminan sosial," tuturnya.

Oleh karena itu, dia berharap UU Cipta Kerja dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia. "Disamping itu, maka investor akan pulih kepercayaan nya. Sehingga mau belanja da berinvestasi di tahun 2021 mendatang," tukasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya