Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengumumkan sejumlah marketplace akan memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen kepada konsumen mulai 1 Desember 2020.
“Khusus untuk marketplace yang merupakan Wajib Pajak dalam negeri yang ditunjuk sebagai pemungut, maka pemungutan PPN hanya dilakukan atas penjualan barang dan jasa digital oleh penjual luar negeri yang menjual melalui marketplace tersebut,” tulis Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama dalam keterangan resmi, Selasa (17/11/2020).
Sesuai penunjukan dari Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo. Ada 10 perusahaan yang akan dikenakan PPN atas barang dan jasa yang dijual secara digital yang dijual kepada pelanggan di Indonesia. Antara lain:
Advertisement
1. Cleverbridge AG Corporation
2. Hewlett-Packard Enterprise USA
3. Softlayer Dutch Holdings B.V. (IBM)
4. PT Bukalapak.com
5. PT Ecart Webportal Indonesia (Lazada)
6. PT Fashion Eservices Indonesia (Zalora)
7. PT Tokopedia
8. PT Global Digital Niaga (Blibli.com)
9. Valve Corporation (Steam)
10. beIN Sports Asia Pte Limited
“Dengan penunjukan ini maka sejak 1 Desember 2020 para pelaku usaha tersebut akan mulai memungut PPN atas produk dan layanan digital yang mereka jual kepada konsumen di Indonesia,” kata Hestu.
Jumlah PPN yang harus dibayar pelanggan harus dicantumkan pada kuitansi atau invoice yang diterbitkan penjual sebagai bukti pungut PPN.
“DJP terus mengidentifikasi dan aktif menjalin komunikasi dengan sejumlah perusahaan lain yang menjual produk digital luar negeri ke Indonesia untuk melakukan sosialisasi dan mengetahui kesiapan mereka,” kata Hestu.
Sehingga, lanjut dia, diharapkan dalam waktu dekat jumlah pelaku usaha yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN produk digital akan terus bertambah.
Informasi saja, jumlah total yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN hingga hari ini berjumlah 46 badan usaha. Informasi lebih lanjut terkait PPN produk digital luar negeri, termasuk daftar pemungut, dapat dilihat di https://www.pajak.go.id/id/pajakdigital atau https://pajak.go.id/en/digitaltax (bahasa Inggris).
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sri Mulyani Buka Suara soal Ambisinya Pungut Pajak Digital
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pajak digital terus menjadi salah satu topik pembahasan penting antar negara. Menyusul kian terbatasnya penerimaan sejumlah negara akibat krisis global yang dipicu oleh pandemi Covid-19.
"Karena semua negara ingin merebut dan mendapatkan bagian dari pajaknya secara adil. Terutama pada penggunan internetnya," ujar dia dalam webinar HUT Partai Golkar ke-56, ditulis Kamis (22/10).
Bendahara negara menjelaskan, bahwa timbulnya tren pengenaan pajak digital merupakan salah satu upaya oleh berbagai negara untuk menjaga basis pajaknya. Apalagi hampir semua negara, termasuk Indonesia tengah melami tren penurunan penerimaan pajak selama pandemi global Covid-19 berlangsung.
"Terutama juga pada saat era digitalisasi semakin berkembang. Di mana batas antar negara menjadi sangat tipis," paparnya.
Oleh karena itu, pihaknya akan terus melakukan berbagai upaya internasional demi meningkatkan penerimaan negara melalui sektor perpajakkan. Sering kian meningkatnya akses Masyarakat Indonesia terhadap berbagai layanan digital yang ditawarkan oleh berbagai perusahaan teknologi raksasa.
"Di forum internasional kita akan memperjuangkan kepentingan Indonesia. Tidak hanya dibilangan perpajakkan, namun juga di dalam rangka untuk menjaga dan meningkatkan kepatuhan akan pajak," tutupnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan bahwa negara-negara yang tergabung dalam G20 berharap perpajakan digital dapat segera diimplementasikan. Namun, saat ini Amerika Serikat (AS) masih belum memberikan persetujuan.
"Basis perpajakan baru dari sisi digital itu diharapkan. Namun sampai hari ini belum ada kesepakatan mengenai prinsip," kata Menkeu Sri Mulyani dalam video konferensi, Senin (20/7).
"Meski saat ini, OECD sudah mengatakan dua pilar yang sudah di-approach dalam menentukan bagaimana international taxation dalam bidang digital itu bisa disepakati," lanjutnya.
Adapun pilar pertama yang dimaksudkan yakni Unified Approach. Sementara, pilar keduanya Global Anti Base Eration Tax (GloBE).
"Pilar satu atau yang disebut Unified Approach fokusnya adalah membagi hak pemajakan dari korporasi yang beroperasi secara digital secara borderless. Jadi bagaimana membagi penerimaan PPh antar negara berdasarkan operasinya di berbagai negara," beber Menkeu Sri Mulyani.
Advertisement
6 Perusahaan Sudah Setor Pajak Digital Rp 97 Miliar ke Pemerintah
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan 36 perusahaan yang menjadi pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) atas barang dan jasa digital dari luar negeri yang dijual kepada pelanggan di Indonesia. Dari total jumlah tersebut, baru 6 pemungut pajak digital yang sudah menyetorkan PPN pada September kemarin.
"Sudah kita terima setorannya, sekitar Rp 97 miliar," kata Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo, dalam video conference di Jakarta, Senin (12/10/2020).
Kendati begitu, Suryo tidak merincikan enam perusahaan pemungut pajak mana yang sudah menyetorkan PPN-nya ke Indonesia. Hanya saja dia berharap, pemerintah tidak berhenti di 36 perusahaan pemungut pajak saja, tapi lebih dari itu.
"Ini yang kami lakukan untuk memperluas siapa pemungut PPN atas transaksi digital dari luar negeri. Ke depan kami harapkan ini akan terus bertambah," kata dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com