Sri Mulyani Buka Suara soal Ambisinya Pungut Pajak Digital

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pajak digital terus menjadi salah satu topik pembahasan penting antar negara.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Okt 2020, 10:30 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2020, 10:30 WIB
Sri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 TSri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 T
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). Kemenkeu mencatat defisit APBN pada Januari 2019 mencapai Rp45,8 triliun atau 0,28 persen dari PDB. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pajak digital terus menjadi salah satu topik pembahasan penting antar negara. Menyusul kian terbatasnya penerimaan sejumlah negara akibat krisis global yang dipicu oleh pandemi Covid-19.

"Karena semua negara ingin merebut dan mendapatkan bagian dari pajaknya secara adil. Terutama pada penggunan internetnya," ujar dia dalam webinar HUT Partai Golkar ke-56, ditulis Kamis (22/10).

Bendahara negara menjelaskan, bahwa timbulnya tren pengenaan pajak digital merupakan salah satu upaya oleh berbagai negara untuk menjaga basis pajaknya. Apalagi hampir semua negara, termasuk Indonesia tengah melami tren penurunan penerimaan pajak selama pandemi global Covid-19 berlangsung.

"Terutama juga pada saat era digitalisasi semakin berkembang. Di mana batas antar negara menjadi sangat tipis," paparnya.

Oleh karena itu, pihaknya akan terus melakukan berbagai upaya internasional demi meningkatkan penerimaan negara melalui sektor perpajakkan. Sering kian meningkatnya akses Masyarakat Indonesia terhadap berbagai layanan digital yang ditawarkan oleh berbagai perusahaan teknologi raksasa.

"Di forum internasional kita akan memperjuangkan kepentingan Indonesia. Tidak hanya dibilangan perpajakkan, namun juga di dalam rangka untuk menjaga dan meningkatkan kepatuhan akan pajak," tutupnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan bahwa negara-negara yang tergabung dalam G20 berharap perpajakan digital dapat segera diimplementasikan. Namun, saat ini Amerika Serikat (AS) masih belum memberikan persetujuan.

"Basis perpajakan baru dari sisi digital itu diharapkan. Namun sampai hari ini belum ada kesepakatan mengenai prinsip," kata Menkeu Sri Mulyani dalam video konferensi, Senin (20/7).

"Meski saat ini, OECD sudah mengatakan dua pilar yang sudah di-approach dalam menentukan bagaimana international taxation dalam bidang digital itu bisa disepakati," lanjutnya.

Adapun pilar pertama yang dimaksudkan yakni Unified Approach. Sementara, pilar keduanya Global Anti Base Eration Tax (GloBE).

"Pilar satu atau yang disebut Unified Approach fokusnya adalah membagi hak pemajakan dari korporasi yang beroperasi secara digital secara borderless. Jadi bagaimana membagi penerimaan PPh antar negara berdasarkan operasinya di berbagai negara," beber Menkeu Sri Mulyani.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


6 Perusahaan Sudah Setor Pajak Digital Rp 97 Miliar ke Pemerintah

Ilustrasi Pajak (2)
Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan 36 perusahaan yang menjadi pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) atas barang dan jasa digital dari luar negeri yang dijual kepada pelanggan di Indonesia. Dari total jumlah tersebut, baru 6 pemungut pajak digital yang sudah menyetorkan PPN pada September kemarin.

"Sudah kita terima setorannya, sekitar Rp 97 miliar," kata Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo, dalam video conference di Jakarta, Senin (12/10/2020).

Kendati begitu, Suryo tidak merincikan enam perusahaan pemungut pajak mana yang sudah menyetorkan PPN-nya ke Indonesia. Hanya saja dia berharap, pemerintah tidak berhenti di 36 perusahaan pemungut pajak saja, tapi lebih dari itu.

"Ini yang kami lakukan untuk memperluas siapa pemungut PPN atas transaksi digital dari luar negeri. Ke depan kami harapkan ini akan terus bertambah," kata dia.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com


Tambah Lagi, Total Badan Usaha yang Tarik Pajak Digital Capai 36 Perusahaan

Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan delapan perusahaan tambahan yang memenuhi kriteria sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang dan jasa digital yang dijual kepada pelanggan di Indonesia.

"Delapan perusahaan global telah resmi menjadi pemungut pajak pertambahan nilai atas barang dan jasa digital dari luar negeri yang dijual kepada pelanggan di Indonesia," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (DJP) Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu Hestu Yoga Saksama dikutip dari Antara, Jumat (9/10/2020).

Dengan tambahan delapan perusahaan ini, total sebanyak 36 perusahaan atau badan usaha telah ditunjuk DJP sebagai pemungut pajak atau PPN digital.

Delapan perusahaan yang baru ditunjuk adalah Alibaba Cloud (Singapore) Pte Ltd, GitHub, Inc, Microsoft Corporation, Microsoft Regional Sales Pte. Ltd, UCWeb Singapore Pte. Ltd, To The New Pte. Ltd, Coda Payments Pte. Ltd dan Nexmo Inc.

Melalui penunjukan ini maka sejak 1 November 2020 para pelaku usaha tersebut akan mulai memungut pajak atau PPN atas produk dan layanan digital yang mereka jual kepada konsumen di Indonesia.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya