Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyatakan, pemerintah berkomitmen untuk mencanangkan pengembangan kawasan lumbung pangan atau food estate di eks Pengembangan Lahan Gambut (PLG) di Kalimantan Tengah (Kalteng).
Berdasarkan hasil pemantauannya bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, ia menyampaikan, ditemukan kondisi irigasi berada di Belanti untuk penanaman baru seluas 28 ribu ha.
Baca Juga
"Kondisi yamg harus dilakukan rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi dan pengolahan tanahnya seluas 137 ribu ha," kata Menteri Basuki dalam sesi teleconference, Rabu (18/11/2020).
Advertisement
Pada 2020, pemerintah fokus untuk melakukan piloting pada lahan seluas 20 ribu ha di Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas. Proyek tersebut telah dikerjakan sejak awal November tahun ini.
Diinformasikan Menteri Basuki, dari sisi kadar pH air dipastikan kondisinya sudah aman di kisaran 5,0. Meski begitu, ia mencatat irigasi masih menjadi masalah krusial yang harus diselesaikan.
"Masalahnya hanya satu, irigasinya memang sudah tersumbat. Sehingga kita sekarang lagi tingkatkan, kita lagi rehabilitasi supaya untuk bisa mengalirkan irigasi," kata Menteri Basuki.
Khusus untuk di Dadahup, ia menekankan, pemerintah akan melakukan inovasi perbaikan irigasi untuk bisa mengairi lahan pertanaman dengan optimal.
"Jangan dibayangkan seperti irigasi teknis biasa di lahan kering, tapi ini di rawa. Dulu dipakai untuk transportasi klotok. Tapi sekarang karena ada jalan-jalan sudah dibangun pemerintah provinsi, kabupaten, pusat, klotoknya sudah jarang dipakai, bahkan tidak dipakai sehingga kita bisa lebih mudah mengatur jaringan irigasinya," tuturnya.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Menteri LHK Pastikan Food Estate Tak Gunakan Lahan Hutan dan Gambut
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengatakan lahan untuk food estate seluas 165 ribu hektar bukan merupakan area gambut dan berada di luar kawasan hutan. Lahan tersebut merupakan bagian dari wilayah periksa yang sudah didalami Kementerian LHK.
"Dalam rencana food estate ini lahan 165 ribu hektar bukan gambut dan di luar kawasan hutan," kata Siti dalam acara Jakarta Food Security Summit-5 secara virtual, Jakarta, Rabu (18/11).
Namun, kata Siti, jika diperlukan dan dalam keadaan mendesak, lahan seluas 60 ribu hektar di luar kawasan hutan bisa digunakan selama bukan lahan gambut. Dalam kondisi-kondisi tertentu bisa dikembangkan berdasarkan kebijakan yang sudah ada.
"Jadi kebijakannya, gambut bisa dipulihkan. Yang mendasar jangan sentuh kubah gambut, kita sudah hitung semuanya," kata dia.
Dalam pendataan yang dilakukan Kementerian LHK, agenda food estate ini dilakukan dengan konsep kewilayahan. Lahan seluas 60 ribu hektar ini harus dilihat dan didekati pengelolaan tata guna lahan.
"Ada mozaik yang merupakan kawasan hutan lindungnya," kata dia.
Terkait isu penggunaan hutan lindung untuk food estate yang ramai diperbincangkan akhir-akhir ini, Siti mengatakan memang ada kawasan hutan lindung yang digunakan untuk program tersebut. Hanya saja, dia menegaskan, hutan lindung yang dimaksud yaitu hutan lindung yang sudah tidak ada tegakannya.
"Soal hutan lindung yang bisa digunakan buat food estate, ini yang dimaksud adalah hutan lindung yang sudah tidak ada tegakannya," kata dia.
Saat ini, Siti melanjutkan, ada 19 persen hutan lindung yang sudah tidak ada tegakannya. Dia mencontohkan kawasan hutan lindung di Garut, Jawa Barat yang justru menyebabkan banjir. Begitu juga dengan yang ada di Dieng, Jawa Tengah.
"Kalau hutan lindung isinya kentang dan sayur-sayuran, maka harus dilakukan pemulihan dengan pendekatan food estate dan diinjeksi dengan sistem lain," kata Siti.
Sisi lain ada wilayah seluas 60 ribu hektar yang merupakan lembah. Di sana sudah ada masyarakat yang menetap. Maka dalam hal ini pendekatan yang dilakukan dengan menggunakan pola pertanian masyarakat.
"Jadi harus dilihat dengan konsepnya. Itu yang dilakukan KLHK, menyiapkan wilayah tersebut," kata dia mengakhiri.
Advertisement