Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Senior Institute for Development of Economics (Indef) Faisal Basri meminta Pemerintah Indonesia untuk tidak jemawa dalam upaya penanganan pandemi Covid-19. Sebab, jika tak berhati-hati Indonesia dinilai bernasib sama dengan Iran yang masih dihadapkan pada persoalan penyebaran virus mematikan asal China.
"Kita kelihatannya mirip dengan Iran. Kita berharap tidak seperti Iran yang telah mengalami tiga gelombang sekarang, karena abai dia terlalu pede dalam menangani Covid-19," paparnya dalam webinar Proyeksi Ekonomi Indonesia 2021, Kamis (26/11).
Baca Juga
Faisal mengungkapkan, penyebab lonjakan kasus positif Covid-19 di Iran akibat pemerintah setempat karena terlalu percaya diri terhadap kebijakan penanganan pandemi Covid-19. Alhasil, Iran kembali memberlakukan lockdown hampir diseluruh wilayahnya sejak 15 November lalu.
Advertisement
Lanjutnya, dia menyebut, situasi yang terjadi di Iran berpotensi juga terjadi di Indonesia. Dimana pemerintah saat ini dianggap terlalu abai untuk penanganan pandemi Covid-19 karena terlalu berfokus pada kebijakan untuk pemulihan ekonomi.
"Misalnya apa? libur bersama untuk mendorong pariwisata. Tapi membuat sektor pariwisata semakin terpuruk dan kian lama. Mudah-mudahan tidak (seperti Iran), harus diusahakan agar tidak terjadi," jelas dia.
Untuk itu, dia meminta pemerintah lebih mengedepankan kebijakan memerangi pandemi Covid-19 ketimbang ekonomi. pemerintah untuk fokus pada penganan pandemi ketimbang ekonomi. Menyusul kasus harian positif Covid-19 kian meningkat selama beberapa waktu terakhir.
"Pertambahan kasus aktif di Indonesia sudah semakin tinggi angkanya. Saat ini 98,2 persen kabupaten/kota juga sudah tejangkit dan tinggal 9 persen saja yang belum. Kuncinya adalah di COVID-19 tidak diragukan lagi," tandasnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pemulihan Ekonomi Nasional Tak Boleh Bergantung pada Vaksin Covid-19
Ketua Gerakan Pakai Masker, Sigit Pramono memperkirakan vaksinasi Covid-19 baru akan selesai pada akhir semester I-2021 bila dimulai pada awal tahun depan. Efektivitas vaksinasi ini pun membutuhkan waktu 1-2 tahun untuk melihat dampaknya.
"Dari ahli epidemiologi seseorang dapat memiliki daya tahan terhadap suatu virus itu dibutuhkan waktu satu sampai dua tahun ke depan," kata Sigit dalam Executive Lecture #115 bertajuk Membangun Manusia Indonesia yang Sehat, Humanis, Profesional dan Berintegritas, Jakarta, Kamis (26/11).
Untuk itu dia menilai kehadiran vaksin Covid-19 tidak bisa diandalkan seketika setelah ada. Masyarakat harus bisa hidup berdampingan dengan virus corona dalam waktu 1-2 tahun ke depan.
"Kita tidak mungkin mengandalkan vaksin yang sekarang," kata dia.
Maka, penerapan protokol kesehatan menjadi kunci untuk mencegah penyebaran virus. Utamanya penggunaan masker yang dianggap Sigit sebagai vaksin yang paling efektif.
"Vaksin sekarang yang manjur itu masker," kata dia.
Penggunaan masker harus di dorong lantaran dianggap yang paling menentukan di tengah hidup yang berdampingan dengan virus corona. Meski begitu kehadiran vaksin menjadi pendobrak perputaran ekonomi.
Sigit menilai kelompok menengah atas harus dilakukan untuk melakukan aktivitas konsumsi agar ekonomi bergerak. Sebab perlambatan ekonomi ini salah satunya diakibatkan mereka yang memiliki dana tetapi disimpan.
Di sisi lain, kelompok menengah atas ini enggan melakukan aktivitas konsumsi karena khawatir terpapar. Padahal, selama ini tingkat konsumsi kelompok menengah atas ini sangat tinggi. Sehingga upaya yang perlu dilakukan saat ini mendorong kelompok ini untuk melakukan aktivitas konsumsi.
"Kuncinya mendorong perekonomian ini, kelompok menengah atas melakukan spending karena pengeluaran mereka besar. Dari mereka jalan-jalan, wisata, menginap di hotel dan lain-lain ini turun pesat," tuturnya.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement