Bank Dunia Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Timur Pasifik 7,4 Persen di 2021

Bank Dunia melaporkan pertumbuhan di kawasan Asia Timur dan Pasifik terjadi didasarkan pada peluncuran vaksin yang efektif pada kuartal pertama 2021

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Jan 2021, 10:15 WIB
Diterbitkan 06 Jan 2021, 10:15 WIB
Target Pertumbuhan Ekonomi
Suasana gedung-gedung bertingkat yang diselimuti asap polusi di Jakarta, Selasa (30/7/2019). Badan Anggaran (Banggar) DPR bersama dengan pemerintah menyetujui target pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran angka 5,2% pada 2019 atau melesat dari target awal 5,3%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia atau World Bank memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik akan mencapai 7,4 persen di tahun ini. Pertumbuhan tersebut seiring terjadinya pemulihan ekonomi di China.

Dalam Global Economic Prospects Januari 2021, Bank Dunia melaporkan pertumbuhan di kawasan tersebut terjadi didasarkan pada peluncuran vaksin yang efektif pada kuartal pertama tahun 2021 di negara-negara besar dan kemudian di pasar yang lebih kecil dan negara berkembang.

"Namun demikian, aktivitas ekonomi di wilayah tersebut diperkirakan akan tetap di bawah tren pra-pandemi pada akhir tahun 2021, yang mencerminkan kerusakan jangka panjang akibat guncangan Covid-19," bunyi laporan tersebut seperti dikutip Rabu (6/1/2020).

Di sisi lain, investasi dan produktivitas diperkirakan akan tetap tertekan dan ketidakpastian kemungkinan akan tetap tinggi. Pertumbuhan di China diproyeksikan naik menjadi 7,9 persen pada tahun 2021, yang mencerminkan pelepasan permintaan yang terpendam dan dimulainya kembali produksi dan ekspor yang lebih cepat dari perkiraan.

Di wilayah lain, pertumbuhan diantisipasi akan lebih berlarut-larut dan output diharapkan tetap 7,5 persen di bawah proyeksi pra-pandemi pada tahun 2022, meskipun dengan perbedaan lintas negara yang signifikan. Vietnam, yang mampu mengatasi pandemi dengan biaya manusia dan ekonomi yang sederhana, diproyeksikan akan mengalami ekspansi ekonomi sebesar 6,7 persen pada tahun 2021.

Sebaliknya, perekonomian negara-negara Kepulauan Pasifik, yang terpukul oleh jatuhnya pariwisata dan perjalanan global dan di mana pemulihan diharapkan lebih berkepanjangan diantisipasi untuk tumbuh jauh di bawah tingkat pra-pandemi tahun ini.

Ekonomi Fiji, di mana topan tropis Harold memperburuk dampak negatif dari pandemi yang menyebabkan kontraksi 19 persen pada tahun 2020, diperkirakan akan pulih sedikit untuk tumbuh 2,6 persen pada tahun 2021. Indonesia diperkirakan akan tumbuh 4,4 persen, Thailand meningkat 4 persen pada tahun 2021, dan Filipina tumbuh 5,9 persen.

Pemulihan diperkirakan rapuh, dan perwujudan sejumlah risiko penurunan dapat menggagalkan pemulihan yang diproyeksikan. Skenario penurunan di mana peluncuran vaksin tertunda dan pemulihan global yang lebih lemah dapat menahan pertumbuhan ekonomi regional menjadi 5,4 persen pada tahun 2021.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Risiko Utang

FOTO: PSBB Jakarta Diprediksi Berdampak ke Pertumbuhan Ekonomi
Suasana pemukiman padat penduduk di kawasan Danau Sunter Barat, Jakarta, Kamis (17/9/2020). Pemberlakuan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta diprediksi memberi dampak terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, khususnya di kuartal III 2020. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Risiko terhadap prospek cenderung ke sisi bawah. Pandemi bisa berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan, kerusakan jangka panjang dari resesi tahun lalu bisa lebih dalam dari yang diantisipasi, tekanan neraca bisa meningkat, atau kontraksi dalam perdagangan global bisa lebih tajam atau lebih lama dari yang dibayangkan.

"Lebih banyak negara di kawasan ini dapat mengalami kesulitan dengan pengadaan dan distribusi vaksin daripada yang diantisipasi saat ini," tulisnya.

Meskipun kawasan ini memasuki pandemi dengan kerangka kebijakan moneter dan fiskal yang relatif kuat, sebagian besar negara diperkirakan akan menghadapi penurunan substansial dalam posisi fiskal dan peningkatan utang.

Tingkat utang yang tinggi dapat membebani aktivitas jika tekanan yang merusak mendorong otoritas untuk memperketat kebijakan sebelum waktunya.

Sementara sisi baiknya, penyebaran cepat vaksin yang efektif dapat memicu peningkatan yang lebih kuat dari yang diperkirakan di negara-negara ekonomi utama dan dalam permintaan global.

Dwi Aditya Putra

Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya