Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa turut mengkritik subsidi pupuk yang gagal meningkatkan produksi pangan hasil pertanian. Di sisi lain, kebijakan tersebut justru meningkatkan angka impor pangan hingga 19,6 juta ton dalam waktu 10 tahun.
Dwi Andreas Santosa coba mewajari kebijakan subsidi pupuk yang pertama kali dimulai sekitar 30 tahun lalu, ketika akses transportasi ke wilayah tanam di pelosok yang belum terbuka.
Baca Juga
"Itu sudah 30 tahun yang lalu. Sekarang ini akses infrastruktur untuk pertanian ini sudah tidak ada masalah yang begitu berarti. Mengapa hal tersebut masih dipertahankan?" ungkapnya kepada Liputan6.com, Selasa (12/1/2021).
Advertisement
Merujuk hal tersebut, Guru Besar Pertanian IPB ini lantas menyarankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada masa awal pemerintahannya untuk mengkaji ulang aturan subsidi pupuk.
Menurut dia, daripada mensubsidi pupuk yang merupakan input dalam proses produksi, lebih baik alokasi anggarannya diberikan langsung kepada petani.
"Kalau menurut saya ngapain (subsidi pupuk), lalu hasilnya apa. Pak Jokowi nyinggung-nyinggung subsidi pupuk 10 tahun enggak ada hasilnya. Ya memang data menunjukan itu," ujarnya.
Terkait data, ia coba mengutip importasi 8 komoditas pangan utama pada 2008 yang hanya 8 juta ton. Namun 10 tahun kemudian pada 2018, angka tersebut naik menjadi 27,6 juta ton.
"Bisa dibayangkan dalam tempo 10 tahun impor meningkat 19,6 juta ton. Lalu wajar saja kalau pak Jokowi menanyakan, terus selama 10 tahun subsidi pupuk ini apa hasilnya. Hasilnya ya impor meningkat 19,6 juta ton untuk 8 komoditas utama," tuturnya.
Lebih lanjut, Dwi Andreas juga menampik dugaan bahwa penyaluran subsidi pupuk yang masih tinggi dikarenakan adanya perubahan pola tanam dari satu kali dalam 1 tahun menjadi dua atau tiga kali.
"Bukan masalah itu. Subsidi pupuk itu paling tidak sudah hampir 10 tahun terakhir ini didasarkan pada RDKK, rencana definitif kebutuhan kelompok," tegasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jokowi Kritik Subsidi Pupuk Rp 33 Triliun per Tahun, Begini Jawaban Kementan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengkritik penyaluran subsidi pupuk yang nilainya mencapai Rp 33 triliun per tahun. Jokowi menganggap imbal hasil dari subsidi tersebut tidak terlihat nyata.
Meski demikian, Kementerian Pertanian (Kementan) tampaknya memiliki perhitungan tersendiri terkait anggaran subsidi pupuk yang tinggi tersebut. Pihak instansi pun sempat menolak asumsi adanya kenaikan harga pupuk.
Direktur Pupuk dan Pestisida Kementan Muhammad Hatta menyatakan, justru harga pupuk itu tidak pernah naik sejak tahun 2012. Padahal menurutnya, harga barang pasti akan bertambah terus karena ada inflasi, kenaikan bahan bakar, kenaikan harga bahan baku, biaya transportasi, dan faktor lainnya.
"Banyak bidang yang harus disubsidi pemerintah yaitu kesehatan, pendidikan, bansos, pupuk, BBM, listrik, belum lagi biaya untuk Covid-19. Maka anggaran subsidi untuk tiap bidang pasti ada batasnya," ujarnya, dikutip Selasa (12/1/2021).
Namun demikian, menurut perhitungannya, pemerintah memang perlu membuat anggaran besar terkait subsidi pupuk. Ini lantaran kebutuhan akan pupuk dari berbagai daerah di Indonesia yang memang tinggi.
"Kalau dilihat dari pengajuan daerah, total kebutuhan pupuk di Indonesia mencapai 23 juta ton per tahun. Tentu tidak mungkin semua bisa dipenuhi dengan anggaran terbatas," jelas Hatta.
Hatta menegaskan, alokasi pupuk bersubsidi tahun anggaran 2021 sebanyak 9 juta ton, yang penyaluranya melalui sistem e-RDKK. Itu supaya penerima subsidi betul-betul tepat sasaran. Dengan demikian, dari komitmen tersebut tidak ada kelangkaan pupuk.
"Tapi memang jatah penerima subsidi terbatas dan penerima subsidi ada syarat-syaratnya. Tetapi memang jatahnya terbatas dan ada aturan yang harus dipenuhi. Bila ada yang merasa kekurangan, kemungkinannya petani tersebut tidak terdaftar di e-RDKK atau jatah pupuk subsidinya memang sudah habis," tuturnya.
Penyusunan e-RDKK ini bersumber dari kelompok tani dan melalui sejumlah tahapan verifikasi sebelum ditentukan sebagai data penerima pupuk subsidi. Oleh karena itu, ia meminta petani agar memastikan sudah tergabung dalam kelompok tani dan terdaftar di e-RDKK untuk dapat pupuk bersubsidi.
"Jika di lapangan kami temukan kios yang mencoba menyulitkan petani dalam penebusan, maka kami tidak segan-segan akan mencabut izinnya," tegas Hatta.Â
Advertisement
Jokowi: Subsidi Pupuk 10 Tahun Rp 330 Triliun, Hasilnya Apa?
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengkritik penyaluran subsidi pupuk yang nilainya mencapai Rp 33 triliun per tahun. Menurutnya, imbal hasil dari subsidi tersebut tidak terlihat nyata.
"Setahun berapa subsidi pupuk? Rp 33 triliun, kembaliannya apa? apakah produksi melompat naik?" tanya Jokowi saat membuka rapat kerja nasional pembangunan pertanian di Istana Negara, Jakarta, pada Senin 11 Januari 2021.
Menurut Jokowi, dana yang digelontorkan oleh negara untuk program subsidi pupuk setiap tahun ini tidak kecil. Ia pun menghitung jika dana tersebut diakumulasikan dalam 10 tahun maka pengeluaran negara tergolong sangat besar.
"Kalau 10 tahun sudah Rp 330 triliun, angka itu besar sekali artinya tolong ini dievaluasi ini ada yang salah, saya sudah berkali-kali meminta ini," jelas Jokowi.
Menurut Jokowi, solusi dari angka subsidi pupuk adalah imbal setimpal. Dia meyakini, jika hal itu tidak tercapai, maka ada kesalahan dalam angka subsidi harus dievaluasi.
"Kalau tiap tahun kita keluarkan subsidi pupuk seperti itu kemudian tidak ada lompatan di sisi produksinya, itu ada yang salah, ada yang tidak bener di situ," pungkas Jokowi.Â