Inflasi Terlalu Rendah, BI Mulai Was-Was

Selama pandemi Covid-19, inflasi terus mengalami penurunan.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Feb 2021, 19:45 WIB
Diterbitkan 09 Feb 2021, 19:45 WIB
Inflasi
Pedagang melayani pembeli di pasar, Jakarta, Jumat (6/10). Dari data BPS inflasi pada September 2017 sebesar 0,13 persen. Angka tersebut mengalami kenaikan signifikan karena sebelumnya di Agustus 2017 deflasi 0,07 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengatakan selama pandemi Covid-19, inflasi terus mengalami penurunan. Hingga Januari 2021, inflasi berada di titik 1,55 persen. Angka ini pun menjadi perhatian bank sentral saat.

"Inflasi di Januari ini 1,55 persen ini jadi perhatian kita karena terlalu rendah," kata Perry di Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi XI DPR-RI, Jakarta, Selasa (9/2).

Perry menjelaskan, kondisi terjadi seiring dengan permintaan dari masyarakat yang masih rendah. Maka, tahun ini Bank Indonesia ingin daya beli masyarakat kembali naik hingga dibawah 4 persen.

"Daya beli ini harus naik, agar inflasi naik tetapi sepanjang tidak melebihi batas 4 persen," kata dia.

Dari sisi Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), defisit transaksi berjalan juga masih rendah. Hal ini terjadi karena kinerja ekspor yang tinggi sedangkan kinerja impor rendah. Rendahnya impor tersebut kata Perry karena produksi dalam negeri yang membutuhkan bahan baku impor terganggu.

"Karena produksinya rendah maka impornya juga rendah," kata dia.

Sisi lain, aliran modal asing yang masuk dinilai sangat baik. Tak heran terjadi surplus yang besar dan cadangan devisa juga besar. Meski begitu, cadangan devisa yang saat ini tercatat USD 138 miliar ini bisa menjadi bantalan bila aliran dana asing kembali kabur.

"Kalau terjadi dana kabur (penarikan aliran dana asing /outflow), kita pakai cadangan devisa buat intervensi pasar valas," kata Perry mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lonjakan Harga Cabai dan Tempe Sumbang Inflasi 0,26 Persen di Januari 2021

BPS Sebut Inflasi Januari-November 2019 Turun
Seorang pembeli melintas di antara kios di pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Senin (2/12/2019). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka inflasi sepanjang Januari-November 2019 sebesar 2,37 persen, lebih kecil ketimbang periode yang sama tahun lalu sebesar 2,50 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa dari total 11 kelompok pengeluaran dalam andil inflasi Januari 2021, hanya transportasi yang mengalami deflasi. Inflasi pada Januari 2021 sebesar 0,26 persen.

Menurut catatan BPS, inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran.

"Dari 11 kelompok pengeluaran, seluruhnya mengalami inflasi kecuali untuk transportasi yang mengalami deflasi sebesar 0,30 persen," kata Kepala BPS, Suhariyanto, pada Senin (1/2/2021).

Salah satu kelompok yang memberikan sumbangan cukup besar pada inflasi Januari 2021 adalah makanan, minuman, dan tembakau. Kelompok tersebut mengalami inflasi sebesar 0,81 persen dengan andil kepada inflasi 0,21 persen.

Ada beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga dan memberikan sumbangan inflasi yaitu cabe rawit dengan andil sebesar 0,08 persen, ikan segar sebesar 0,04 persen, dan kenaikan harga tempe sebesar 0,03 persen, dan kenaikan harga tahu mentah memberikan andil kepada inflasi 0,02 persen.

Sebaliknya ada beberapa komoditas memberikan sumbangan kepada deflasi karena ada penurunan harga. Pertama adalah penurunan harga telur ayam ras dengan andil kepada deflasi 0,04 persen, dan bawang merah sebesar 0,02 persen.

Sementara kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan indeks atau deflasi, yaitu transportasi sebesar 0,30 persen. Hal ini disebabkan penurunan tarif angkutan udara karena musim liburan telah usai.

Pada kelompok ini juga terjadi kenaikan harga yang mendorong inflasi. Tarif jalan tol memberikan andil ke inflasi Januari 2021 sebesar 0,02 persen.

"Kita tahu Januari kemarin ada kenaikan tarif jalan tol di beberapa ruas yang dikelola Jasa Marga," tutur Suhariyanto.

Inflasi Januari 2021 Capai 0,26 Persen, Dipicu Gempa Mamuju

Inflasi
Pembeli membeli daging ayam di pasar, Jakarta, Jumat (6/10). Dari data BPS inflasi pada September 2017 sebesar 0,13 persen. Angka tersebut mengalami kenaikan signifikan karena sebelumnya di Agustus 2017 deflasi 0,07 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, pada Januari 2021 terjadi inflasi sebesar 0,26 persen. Dengan nilai inflasi sebesar 0,26 persen pada Januari 2021 ini, maka tingkat inflasi tahun ke tahun dari Januari 2021 ke Januari 2020 adalah sebesar 1,55 persen.

"Pada Januari 2021 terjadi inflasi sebesar 0,26 persen. Dengan nilai inflasi sebesar 0,26 persen pada Januari 2021 ini maka tingkat infasi tahun ke tahun dari Januari ke Januari 2020 adalah sebesar 1,55 persen," ujarnya, Jakarta, Senin (1/2/2021).

Dari 90 kota yang dipantau BPS, 75 kota mengalami inflasi sementara 15 kota lainnya mengalami deflasi. Adapun inflasi tertinggi terjadi di Mamuju, Sulawesi Barat.

"Kita mengetahui bahwa saudara saudara kita yang berada di Sulawesi Barat sedang mengalami bencana gempa. Yang membuat inflasi Mamuju 1,43 persen karena adanya kenaikan harga berbagai jenis ikan dan cabai rawit," kata Suhariyanto.

Sebaliknya, BPS juga mencatat terjadi deflasi tertinggi di Bau Bau karena adanya penurunan harga tiket dan penurunan harga ikan. Selain itu, pergerakan inflasi juga dipengaruhi oleh pandemi Virus Corona yang belum juga berakhir.

"Jadi kalau kita lihat pergerakan inflasi, dampak Covid belum reda masih membayangi perekonomian diberbagai negara termasuk di Indonesia. Kita tahu bahwa selama pandemi mobilitas berkurang, roda ekonomi melambat berpengaruh ke pendapatan dan lemahnya permintaan," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya