BPS Ungkap Sejumlah Tantangan yang Dihadapi Petani

BPS mengatakan ada sejumlah tantangan di sektor pertanian yang harus diatasi agar bisa terus mengalami pertumbuhan positif

oleh Andina Librianty diperbarui 17 Feb 2021, 17:20 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2021, 17:20 WIB
20160704-Pupuk Padi-Karawang- Gempur M Surya
Petani memupuk tanaman padi di Karawang, Jawa Barat, Senin (4/7). Untuk mencapai target swasembada pangan 2016, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 20 triliun. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto, mengatakan ada sejumlah tantangan di sektor pertanian yang harus diatasi agar bisa terus mengalami pertumbuhan positif. Tantangan ini termasuk soal Sumber Daya Manusia (SDM) dan harga jual.

Menurut Suhariyanto, untuk membuat kebijakan yang mendukung sektor pertanian maka pemerintah harus bisa mengidentifikasi sejumlah persoalan dan tantangan yang dihadapi petani.

Di tengah pandemi Covid-19, sektor pertanian memang mengalami pertumbuhan, tapi bebannya menjadi semakin berat. Hal ini disebabkan pengangguran di kota yang disebabkan pandemi kembali ke desa, dan menjadi petani.

Alhasil, jumlah tenaga kerja di pertanian meningkat dari 27,53 persen menjadi 29,76 persen pada tahun lalu.

"Jadi ketika share PDB sektor pertanian hanya 13 persen sementara harus menanggung 29,76 persen tenaga kerja, bisa dibayangkan beban sektor pertanian menjadi berat. Dengan membaginya, kita bisa melihat bahwa produktivitas pertanian juga akan semakin menurun," jelas Suhariyanto dalam diskusi INDEF "Daya Tahan Sektor Pertanian: Realita Atau Fatamorgana?" pada Rabu (17/2/2021).

Di sisi lain, SDM di sektor pertanian kurang menguntungkan karena mayoritas didominasi pendidikan rendah. Berdasarkan data BPS, 24,93 juta orang (65,23 persen) berpendidikan SD ke bawah, SMP 6,79 juta (17,77 persen), SMA dan SMK sebanyak 5,80 juta orang (15,18 persen), dan lulusan diploma ke atas tidak sampai satu juta atau tepatnya 0,70 juta orang (1,82 persen).

Dari sisi umur juga banyak sekali tenaga kerja berumur yang sudah tidak produktif. Tenaga kerja pertanian didominasi berusia 45-59 tahun sebanyak 12,38 juta orang (32,39 persen), usia 30-44 tahun sebanyak 11,14 juta, usia 60 tahun ke atas 8,09 juta (21,17 persen), dan kurang dari 30 tahun 6,61 juta (17,29 persen).

"Jadi ini perlu jadi perhatian, bahwa sektor pertanian ini didominasi mereka yg kurang berpendidikan dan sudah lanjut usia. Sehingga ke depan, kita perlu mencari cara bagaimana generasi muda bisa masuk ke sektor pertanian," tutur Suhariyanto.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Persoalan Harga

Upah Harian Buruh Tani Naik Tipis
Petani menyemprotkan cairan pestisida di lahan pertanian bayam, kawasan Kota Tangerang, Jumat (27/11/2020). Badan Pusat Statistik mencatat upah nominal harian buruh tani nasional pada Oktober 2020 naik sebesar 0,09 persen dibanding upah buruh tani September 2020. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Persoalan lain yaitu harga yang selalu jatuh saat panen, sehingga petani dirugikan. Hal ini harus menjadi perhatian untuk menjaga harga agar petani tidak rugi saat panen.

Tantangan lain yaitu nilai tukar petani yang rendah. Peningkatan produksi pertanian, kata Suhariyanto, ternyata tidak membuat pendapatan petani meningkat. Nilai tukar petani ini menunjukkan nilai tukar daya beli produk pertanian terhadap harga yang dibayar petani.

"Pada 2020, secara umum nilai tukar pertanian memang naik dibandingkan 2019, tapi kenaikannya hanya 0,74 persen," sambungnya.

Persoalan lain yang menjadi perhatian adalah upah nominal petani yang masih rendah. Selain itu, disparitas kemiskinan perkotaan dan pedesaan masih tinggi. Berdasarkan data BPS, sebagian besar rumah tangga miskin bekerja di sektor pertanian degan persentase sebesar 46,30 persen.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya