Keluhan Pengusaha Ritel: Kami Juga Butuh Dibantu

Setidaknya dalam 3 bulan terakhir sudah ada 90 toko ritel yang tertutup.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Apr 2021, 20:55 WIB
Diterbitkan 09 Apr 2021, 20:55 WIB
Inflasi pasar ritel supermarket
Pembeli membayar barang belanjaan di kasir pusat perbelanjaan Kuningan, Jakarta, Selasa (2/3/2021). Pada Februari 2021, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi sebesar 0,1 persen. Inflasi tersebut turun dari Januari 2021 yang mencapai 0,26 persen. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha ritel meminta pemerintah untuk memberikan perhatian lebih kepada sektor riil. Saat ini sektor perdagangan dan ritel belum menjadi prioritas pemerintah dalam program pemulihan ekonomi nasional.

"Aprindo memohon kepada pemerintah untuk sektor perdagangan atau sektor riil tentunya pendukung konsumsi rumah tangga yang dominan ke PDB tahun tahun ini belum jadi prioritas," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey, dalam Sarasehan Akselerasi Pemulihan Ekonomi Nasional - Temu Stakeholders di Bali, Jumat (9/4/2021).

Akibatnya para pelaku usaha ritel hingga pedagang tenan masih banyak yang terus berguguran. Hampir setiap hari ada toko ritel atau pedagang yang terpaksa gulung tikar. Setidaknya dalam 3 bulan terakhir sudah ada 90 toko yang tertutup.

"Kalau kita lihat 3 bulan ini kita sudah ada 90 toko yang tutup termasuk minimarket, supermarket, depstore maupun juga tenan," kata dia.

Kondisi ini kata Roy sangat memperihatinkan. Sebab dalam toko yang tutup tersebut ada orang yang kehilangan pendapatannya. Apalagi produk yang dijual juga merupakan produk kebutuhan masyarakat.

Menurutnya, yang butuh vaksinasi bukan hanya sektor kesehatan, tetapi juga sektor ritel dan perdagangan. Setidaknya ada 7 juta UMKM yang berdagang ritel di seluruh Indonesia.

"Kami butuh vaksinasi keuangan selain vaksinasi pandemi," ujarnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

UMKM Sudah Disuntik

Inflasi pasar ritel supermarket
Sejumlah pembeli antre untuk membayar di kasir pusat perbelanjaan Kuningan, Jakarta, Selasa (2/3/2021). (merdeka.com/Imam Buhori)

Para pelaku UMKM sudah diberikan suntikan dana permodalan tetapi tingkat konsumsi masyarakat masih rendah. "Mereka dikasi bantuan produksi untuk bisa bergdanag dan sektor hilirnya enggak dijaga maka kami sangat prihatin," sambungnya.

Sementara itu bagi para pelaku usaha ritel banyak yang kesulitan mendapatkan pinjaman dari perbankan. Padahal dana di perbankan melimpah.

"Industri banyak yang sakit termasuk kami. Sementara dana di bank berlimpah," kata dia.

Pembiayaan belum bisa disalurkan dengan alasan belum ada petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) dari kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.

"Siang ini saja komunikasi dengan OJK belum ada juklak juknis padahal katanya perlindungan pemerintah," kata dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya