Kemenperin: Ekspor Industri Pengolah Naik 30,53 Persen periode Januari-Mei 2021

Besarnya proporsi ekspor produk industri pengolahan sekaligus menggambarkan bahwa telah terjadi pergeseran ekspor Indonesia dari komoditas primer kepada produk manufaktur.

oleh Tira Santia diperbarui 21 Jun 2021, 13:40 WIB
Diterbitkan 21 Jun 2021, 13:40 WIB
Industri pengolahan
Industri pengolahan. (Dok. Kemenperin)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat kinerja ekspor industri pengolahan terus menunjukkan tren positif dengan naik hingga 30,53 persen untuk periode Januari-Mei 2021. Agresivitas sektor manufaktur menembus pasar internasional ini turut mengakselerasi upaya pemulihan ekonomi nasional.

“Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan daya saing industri nasional agar bisa menghasilkan produk yang bernilai tambah tinggi dan kompetitif di mancanegara. Sudah banyak pelaku industri kita yang produknya menguasai kancah global," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Senin (21/6/2021).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada Januari-Mei 2021, nilai ekspor industri pengolahan mencapai USD 66,70 miliar, naik 30,53 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2020 sebesar USD 51,10 miliar.

Dari capaian USD 66,70 miliar tersebut, industri pengolahan memberikan kontribusi paling tinggi, yakni 79,42 persen dari total ekspor nasional yang berada di angka USD83,99 miliar.

Menurutnya, besarnya proporsi ekspor produk industri pengolahan sekaligus menggambarkan bahwa telah terjadi pergeseran ekspor Indonesia dari komoditas primer kepada produk manufaktur yang bernilai tambah tinggi. Hal ini dinilai dapat menghindarkan ekspor dari gejolak harga komoditas primer.

Oleh karenanya, Kementerian Perindustrian bertekad untuk terus memacu hilirisasi industri, karena berdampak positif dan memberikan multiplier effect yang luas, termasuk dalam penerimaan devisa melalui capaian ekspor, paparnya.

Menperin menyebut, kinerja ekspor selama lima bulan ini, mencatatkan surplus perdagangan USD 10,17 miliar. Kami akan tetap fokus untuk menggenjot kinerja industri berorientasi ekspor yang memiliki keunggulan komparatif dan berkelanjutan.

"Selain itu, agar kita dapat bersaing dengan negara-negara lain, hilirisasi harus terus dijalankan untuk mencapai keunggulan kompetitif dan mengoptimalkan sumber daya alam kita agar bisa bernilai tambah tinggi," ujarnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kebijakan Pro Investasi

Pabrik Baru Milik Mitsubhisi-Bekasi- Angga Yuniar-20170425
Suasana perakitan mobil di PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Indonesia (MMKI), Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (25/4). Menempati luas area 30 hektar, pabrik MMKI telah mulai memproduksi Pajero Sport & small-MPV Mitsubishi.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Lebih lanjut, kebijakan pro-investasi dan pro-ekspor perlu dibarengi dengan kebijakan peningkatan daya tahan dan daya saing industri dalam negeri. Sebagai salah satu upaya peningkatan daya tahan dan daya saing industri dalam negeri, Kemenperin telah menginisiasi kebijakan substitusi impor sebesar 35 persen pada tahun 2022.

Pemerintah juga mendorong sektor industri untuk melakukan perluasan pasar ekspor, khususnya pasar-pasar non-tradisional seperti ke Afrika, Asia Selatan, dan Eropa Timur. Di samping itu, perlu dilakukan percepatan penyelesaian perundingan dengan negara-negara potensial sebagai agenda prioritas.

Saat ini, Indonesia telah menjalin kerja sama ekonomi komprehensif dengan Australia, Korea, dan Uni Eropa. Implementasi 23 perjanjian perdagangan bilateral dan regional yang sudah ditandatangani juga harus benar-benar dimanfaatkan oleh para pelaku industri di Indonesia. Misalnya melalui IA-CEPA, salah satu peluangnya adalah meningkatkan ekspor sektor otomotif.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya