Pemerintah Harus Waspadai Kenaikan Harga Pangan Jelang Idul Adha

Kenaikan harga beberapa komoditas pangan yang pasca Idul Fitri dan menjelang Idul Adha patut diwaspadai.

oleh Tira Santia diperbarui 23 Jun 2021, 20:46 WIB
Diterbitkan 23 Jun 2021, 20:46 WIB
Jelang Ramadan, Harga Bahan Pangan Stabil
Para pedagang menjalankan aktivitas rutin jual beli sayur mayur di pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Rabu (7/4/2021). Semua bahan pangan seperti cabai dan bawang akan stabil jelang puasa Ramadan dan Lebaran Idul Fitri 2021. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Kenaikan harga beberapa komoditas pangan yang pasca Idul Fitri dan menjelang Idul Adha patut diwaspadai. Lonjakan kasus positif Covid-19 di beberapa wilayah Indonesia juga dikhawatirkan dapat memengaruhi fluktuasi harga beberapa komoditas pangan.

Data Indeks Bulanan Rumah Tangga (Indeks BU RT) dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menunjukkan, harga tujuh dari sembilan komoditas pokok mengalami kenaikan yang pesat. Kenaikan ini juga mendukung laju inflasi di Mei hingga mencapai 0,38 persen di sektor makanan dan minuman.

Peneliti CIPS Indra Setiawan memaparkan, di antara komoditas tersebut, harga daging mengalami kenaikan yang paling ekstrim. Pasalnya, dari bulan April ke Mei 2021, harga daging naik sekitar tujuh persen, jauh lebih tinggi dibanding barang lainnya. Harga daging sapi meningkat dari Rp 154.750 menjadi Rp 165.900. Harga ayam juga merangkak naik dari Rp 36.900 ke Rp 40.722.

Adapun kenaikan ini bisa disebabkan beberapa faktor, seperti adanya peningkatan permintaan yang terjadi semenjak awal bulan Ramadan.

"Peningkatan ini jauh lebih pesat dibandingkan Ramadan tahun lalu dan berbarengan dengan permintaan menjelang Idul Adha," jelas dia dalam keterangan tertulis, Rabu (23/6/2021).

Selain itu, para pedagang tidak memiliki stok daging yang mencukupi. Mereka terpaksa menyembelih sapi betina, yang seharusnya mampu bereproduksi, untuk menjaga ketersediaan sapi jantan di Idul Adha. Kebijakan impor juga ditengarai menjadi penyebab kenaikan harga daging. Pasalnya, sapi di Australia sekarang sedang anjlok ketersediaannya.

Sementara itu kenaikan harga ayam juga dipengaruhi sengketa Indonesia dengan World Trade Organization (WTO) perihal impor ayam dari Brazil. Impor ayam dari sana pun terus menurun. Selain itu, harga ayam juga didorong mahalnya harga pakan dan jagung yang ada di atas rerata Rp 3.000 dan Rp 5.000 untuk masing-masing. Kekurangan pasokan ini bisa menjadi faktor inflasi ayam yang cukup tajam.

Kenaikan harga ayam juga diikuti kenaikan harga telur. Harga telur naik sebesar tujuh persen dari Rp 26.619 ke Rp 28.170. Kenaikan harga ini terjadi setelah sebelumnya harga telur jatuh cukup dalam. Indra berpendapat bahwa kenaikan harga ini disebabkan oleh naiknya konsumsi telur jelang Idul Fitri. Kenaikan ini cukup pesat, hingga bisa menyaingi penurunan harga di periode sebelumnya.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Komoditas Lain

BI Prediksi Inflasi Capai 0,42 Persen pada Januari 2020
Aktivitas jual beli beli di pasar kawasan Glodok, Jakarta, Selasa (28/1/2020). Bank Indonesia memproyeksikan terjadi inflasi di Januari 2020 bersumber dari beberapa komoditas pangan yang mengalami tekanan harga, di antaranya telur ayam akan berkontribusi juga ke inflasi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Harga gula tidak mengalami banyak pergerakan dari segi harga, yaitu sebesar Rp 81 selama satu bulan terakhir. Harga gula di Indonesia pun justru cenderung menurun akibat masuknya gula impor. Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) juga menunjukkan bahwa harga gula naik dari Rp 16.400 dari Rp 18.000 pada bulan Mei.

“Namun, harga gula bisa menurun. Beberapa faktor, seperti serangan hama juga dapat menjatuhkan harga gula kedepannya. Kami menyimpulkan bahwa perbedaan ini disebabkan oleh impor yang lebih berefek ke harga gula di daerah,” jelas Indra.

Tren pergerakan harga beras juga tidak jauh berbeda dengan pergerakan harga gula. Harga beras hanya sedikit meningkat dari Rp 12.508 ke Rp 12.589.

“Dapat disimpulkan bahwa bulan Mei dipenuhi dengan inflasi komoditas. Namun, inflasi yang ada belum tentu menggambarkan peningkatan dari permintaan konsumen. Permintaan yang meningkat hanya dapat dilihat dari perubahan harga daging. Di sisi lain, sejumlah komoditas masih cenderung dipengaruhi oleh kebijakan impor dan guncangan eksternal. Pemerintah perlu menganalisis masalah rantai pasokan dan ketersediaan di lapangan guna mencegah pergerakan harga yang ekstrim dan mengontrol inflasi,” tandasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya