Bos OJK Ungkap Penyebab DPK Melonjak dan Bank Pilih Menempatkannya di SBN

Bank memutuskan masuk ke SBN yang diterbitkan Kemenkeu yang dinilai menjadi instrumen paling tepat.

oleh Nurmayanti diperbarui 08 Agu 2021, 18:13 WIB
Diterbitkan 08 Agu 2021, 18:13 WIB
Pembelian Sukuk Tabungan ST006
Pekerja melihat informasi mengenai Sukuk Tabungan (ST) Seri ST006 melalui website Kemenkeu di Jakarta, Kamis (7/11/2019). Pemerintah menerbitkan instrumen Surat Berharga Negara (SBN) ritel terakhir tahun 2019 secara daring, yakni Sukuk Tabungan (ST) seri ST006. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengungkapkan faktor yang membuat perbankan memilih menempatkan dana di surat berharga negara (SBN). 

Ternyata hal itu karena bank berharap menikmati pendapatan dari yield SBN yang diterbitkan pemerintah (Kemenkeu) demi menjaga profitabilitas. Serta bank sekaligus tetap memainkan peran intermediasi secara langsung. 

Wimboh menjelaskan jika pandemi Covid-19 yang direspon dengan kebijakan pembatasan sosial berdampak pada pelemahan aktivitas ekonomi.

"Dampak lanjutannya, permintaan masyarakat (rumah tangga) yang selama ini menjadi tulang punggung PDB nasional tertekan," jelas dia dalam webinar online, Minggu (8/8/2021).

Kondisi ini membuat pengusaha mengurangi aktivitas usahanya atau bahkan menutup usahanya sehingga menurunkan permintaan kredit.

Bahkan fasilitas kredit yang sudah diterima pun dilunasi secepatnya untuk menyehatkan keuangan mereka.

Di saat permintaan kredit melemah inilah, kata Wimboh, dana pihak ketiga (DPK) perbankan meningkat signifikan hingga double digit. Angkanta naik 11,28 persen (yoy) pada Juni 2021.

Ini seiring meningkatnya disposable income (pendapatan masyarakat yang tersimpan di rekening bank) karena penggunaan dana untuk konsumsi dan keperluan lain oleh masyarakat juga menurun.

"Ini yang menyebabkan DPK perbankan “terkesan” meningkat tajam dibandingkan peningkatan kredit di masa pandemi, karena sebenarnya pemilik dana tidak menggunakan dananya secara normal sebagaimana di masa sebelum pandemi," jelas dia.

 

Strategi Bank

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso

Pada saat yang sama, Bank Indonesia melonggarkan kebijakan moneternya dengan menurunkan rasio GWM rupiah sehingga menambah likuiditas yang sangat longgar di perbankan. Ini tercermin pada rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang tinggi, yakni 32,95 persen.

Bagi perbankan, kondisi likuiditas yang amat longgar harus diproduktifkan dengan strategi yield enhancement melalui penempatan ekses likuiditas di instrumen investasi yang memberikan yield positif dan risiko termitigasi.

Di sini, bank memutuskan masuk ke SBN yang diterbitkan Kemenkeu yang dinilai menjadi instrumen paling tepat.

"Bagi bank publik, pemegang saham dan investor menilai manajemen bank mampu mengelola going concern mereka terkait profitabilitas bank karena bagaimana pun bank dituntut mampu membukukan earnings atau laba yang baik," dia menandaskan

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya