Liputan6.com, Jakarta - Geliat ekonomi di Indonesia mulai menunjukkan tren positif kendati masih ada pembatasan mobilitas masyarakat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun optimistis bahwa pertumbuhan kredit perbankan bakal kencang seiring membaiknya pertumbuhan ekonomi tersebut.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menilai, Usaha Mikro Kecil dan menengah (UMKM) akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi dan menjadi pemicu pertumbuhan di sektor lainnya. Ia berpendapat sektor non-UMKM akan ikut tumbuh positif dengan semakin meningkatkan konsumsi UMKM.
Baca Juga
Dengan demikian, keputusan OJK memperpanjang relaksasi restrukturisasi kredit hingga Maret 2023 jadi salah satu langkah menjaga geliat ekonomi di Indonesia untuk terus tumbuh.
Advertisement
Ia menerangkan, dengan bangkitnya UMKM, juga akan mendorong konsumsi masyarakat, apalagi saat ini kegiatan ekonomi Indonesia ditopang sekitar lebih dari 50 persen adalah oleh transaksi dalam negeri.
“UMKM ini jadi backbone ekonomi jadi harus didorong, ini per bulan Juli (Year to Date) tercatat 1,11 persen, jadi kemudian akan menarik konsumsi, mendorong produksi, mendorong perusahaan manufaktur jadi lebih tinggi (tumbuh),” katanya dalam Konferensi Pers secara virtual, Rabu (8/9/2021).
Ia mengatakan bahwa bangkitnya UMKM tersebut juga telah ditopang oleh banyak subsidi yang dilakukan pemerintah.
“UMKM itu sudah bangkit, UMKM kami tracking sudah positif di atas 2 persen, bahwa UMKM ini jumlah kreditnya itu sudah positif secara Year on Year maupun Year to Date, karena didorong pemerintah oleh berbagai subsidi,” tambahnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Mengendalikan Covid-19
Lebih lanjut, Wimboh mengatakan bahwa kegiatan ekonomi juga ditopang oleh mobilitas masyarakat yang terjadi selama pandemi Covid-19. Dengan begitu, pihaknya memfokuskan juga pada penanganan Covid-19 di tanah air.
Artinya ketika kasusnya sudah terkendali, mobilitas masyarakat akan meningkat. Dengan upaya-upaya pemerintah dalam menekan laju vaksinasi masyarakat, Wimboh optimistis mengenai pertumbuhan ekonomi kedepannya.
“Kita tahu bahkan prioritas pertama penanganan kesehatan, pemerintah sudah menentukan, dan ini upaya yang harus dilakukan bersama-sama agar memprioritaskan kesehatan, karena kalau ekonomi berjalan tanpa kesehatan saya rasa gak mungkin, jadi kami dukung, penanganan covid jadi nomor satu,” katanya.
Dengan upaya-upaya yang termasuk dalam memperhatikan protokol kesehatan, ia juga mengatakan hal itu berdampak pada banyak sektor.
Pembatasan mobilitas yang dilakukan pemerintah dengan PPKM menekan mobilitas masyarakat yang berdampak pada kegiatan ekonomi secara luas. Sehingga juga dapat memengaruhi tingkat kredit dari para pengusaha-pengusaha di berbagai tingkatan.
“Yang terjadi otomatis kredit-kredit yang tadinya orang konsumsi nya turun, lalu toko tidak perlu stok barang, sehingga nanti tidak perlu modal kerja yang terlalu banyak, artinya angka kredit menjadi turun,” katanya.
“Hotel tak ada penghuni, transportasi tak ada penumpang, energi gak perlu banyak, sehingga PLN gak butuh modal kerja untuk hidupkan turbin-turbinnya, ini berpengaruh ke indikator kredit, jadi kita tak terpanjat dalam pandemi turun, kami yakin ini akan rebound an kembali normal kalau ditangani baik,” imbuhnya.
Dengan begitu, Wimboh menyimpulkan bahwa kondisi penurunan stabilitas kredit adalah fenomena yang tidak bisa dihindari.
Advertisement
Kondisi Perbankan
Pada kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Heru Kristiyana mengatakan bahwa melihat data yang dimilikinya, sekitar lima tahun terakhir pertumbuhan perbankan di tanah air masih menunjukkan tren yang baik.
“Kalau ditanya seperti apa sampai akhir tahun, kami percaya dengan penanganan covid-19 yang baik dan vaksinasi semakin cepat, saya masih yakin sampai akhir tahun terus catatkan kondisi stabil dan baik,” katanya.
Ia menilai perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit merupakan bagian dari kebijakan countercyclical dan menjadi salah satu faktor pendorong yang diperlukan untuk menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum.
"Perpanjangan restrukturisasi hingga 2023 diperlukan dengan tetap menerapkan manajemen risiko, mengingat adanya perkembangan varian delta dan pembatasan mobilitas, sehingga butuh waktu yang lebih bagi perbankan untuk membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dan bagi debitur untuk menata usahanya agar dapat menghindari gejolak ketika stimulus berakhir," kata Heru.
Terkait kesiapan perbankan, ia menuturkan kondisinya saat ini perbankan di Indonesia masih mencatatkan cadangan dana yang cukup bisa menopang untuk mengantisipasi jika keadaan ekonomi memburuk.
“Cadangan terakhir, sekitar Rp 334 triliun, artinya perbankan masih bisa merespon dampak dari Covid-19 kalau restrukturisasi diperlukan bagi debitur yang tak bisa lanjutkan usahanya, artinya itu akan terjadi macet (kredit).Perbankan kita terus siap antisipasi berbagai hal,” katanya.
POJK perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit akan mengatur penetapan kualitas aset dan restrukturisasi kredit atau pembiayaan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi terhadap Bank Umum Konvensional (BUK), Bank Umum Syariah (BUS), atau Unit Usaha Syariah (UUS) serta debitur yang terkena dampak penyebaran Covid-19 termasuk debitur usaha mikro, kecil, dan menengah berlaku sampai dengan 31 Maret 2023.
Sementara mengenai ketentuan dana pendidikan perbankan, kualitas Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) serta Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) serta Capital Conservation Buffer (CCB) tetap hanya akan berlaku sampai 31 Maret 2022.