Liputan6.com, Jakarta - Sistem perbankan di Afghanistan mendekati kondisi yang buruk. Hal itu diungkapkan oleh pimpinan salah satu pemberi pinjaman terbesar negara itu kepada BBC.
Dikutip dari BBC, Selasa (28/9/2021) Kepala Eksekutif Islamic Bank of Afghanistan, yakni Syed Moosa Kaleem Al-Falahi, mengatakan bahwa industri keuangan negara itu berada dalam cengkeraman "krisis eksistensial" karena kepanikan di antara nasabah.
"Ada penarikan besar-besaran yang terjadi saat ini", kata Al-Falahi, yang berbicara dari Dubai - tempat dia tinggal sementara karena situasi di Kabul.
Advertisement
"Hanya penarikan yang terjadi, sebagian besar bank tidak berfungsi, dan tidak memberikan layanan penuh," tambahnya.
Diketahui bahwa ekonomi Afghanistan sudah goyah bahkan sebelum Taliban mengambil alih kendali negara tersebut pada Agustus 2021.
Ditambah lagi, Afghanistan sangat tergantung pada bantuan asing - sekitar 40 persen dari produk domestik bruto (PDB) berasal dari bantuan internasional, menurut Bank Dunia.
Tetapi sejak pengambilalihan Taliban, negara-negara Barat telah membekukan dana internasional, termasuk aset yang dapat diakses Afghanistan dengan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF).
Menurut Al Falahi, masalah ini mendorong Taliban mencari sumber lain untuk dukungan keuangan.
"Mereka menantikan China dan Rusia, dan beberapa negara lain juga," sebut Al Falahi.
"Sepertinya cepat atau lambat mereka akan berhasil berdialog," katanya.
Laporan surat kabar China, Global Times mengatakan ada "potensi besar untuk kerja sama dalam membangun kembali Afghanistan", menambahkan bahwa China "pasti merupakan pemain terkemuka."
Namun, Taliban berada di bawah tekanan untuk memperbaiki masalah ekonomi Afghanistan sekarang.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Inflasi Melonjak dan Banyak Warga Kehilangan Pekerjaan
Inflasi melonjak di Afghanistan, dan mata uang negara di sana juga anjlok - sejumlah besar warga juga banyak yang kehilangan pekerjaan dan kekurangan uang.
Program Pangan Dunia PBB telah memperingatkan bahwa hanya 5 persen rumah tangga di Afghanistan yang cukup makan setiap hari.
Setengah dari mereka yang disurvei mengatakan mereka kehabisan makanan setidaknya sekali dalam dua pekan terakhir.
Jadi mengakses dana internasional dan bantuan asing adalah kunci untuk kelangsungan hidup Afghanistan.
Tetapi negara-negara seperti AS telah mengatakan bahwa sementara mereka bersedia mempertimbangkan untuk bekerja dengan Taliban - akan tergantung pada beberapa prasyarat - termasuk perlakuan rezim mereka terhadap perempuan dan minoritas.
Al Falahi menegaskan, meskipun pernyataan Taliban yang mengatakan bahwa perempuan tidak diizinkan untuk bekerja untuk "sementara", tetapi perempuan sudah bisa bekerja di bank.
"Ada semacam ... ketakutan di antara para perempuan, mereka tidak datang ke kantor, tetapi sekarang secara bertahap mereka mulai datang ke kantor," ungkapnya.
Komentar Al Falahi juga diselingi dengan pernyataan baru-baru ini oleh Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan.
Sementara itu, dalam sebuah wawancara dengan BBC, Khan mengatakan bahwa Taliban sedang mencoba untuk menunjukkan sikap yang lebih modern dan direformasi kepada dunia, dibandingkan dengan bagaimana mereka berperilaku terakhir kali mereka berkuasa - semacam Taliban 2.0.
"Saat ini mereka lebih fleksibel, mereka sangat kooperatif," kata Khan.
"Mereka tidak memaksakan aturan dan regulasi yang ketat untuk saat ini," imbuhnya.
Advertisement