Keran Impor Tembakau Terbuka Lebar, Ganjar Pranowo Khawatirkan Nasib Petani

Petani tembakau saat ini sangat was-was karena harus berhadapan dengan laju gelombang impor tembakau yang semakin besar.

oleh Tira Santia diperbarui 03 Okt 2021, 17:00 WIB
Diterbitkan 03 Okt 2021, 17:00 WIB
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengecek kondisi tembakau hasil panen pertanian di gudang rokok Temanggung, Selasa (25/8/2020). (Foto : Liputan6.com/Felek Wahyu)
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengecek kondisi tembakau hasil panen pertanian di gudang rokok Temanggung, Selasa (25/8/2020). (Foto : Liputan6.com/Felek Wahyu)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menilai langkah Pemerintah Pusat mengganti komoditas tembakau lokal dengan komoditas lain tidak berjalan dengan mulus. Sedangkan keran impor tembakau justru semakin tinggi dan dikhawatirkan tembakau lokal atau Indonesia justru tergantikan.

“Soal ide mengganti komoditas ini, bukannya belum pernah dilakukan lho ya, sudah pernah. Tapi petani tidak mau, mengapa? Lha gimana, dulu pernah ada kebijakan dari pemerintah yang mau mengganti tembakau dengan komoditas lain seperti kopi dan kayu manis,” kata Ganjar dikutip dari Instagram pribadinya @ganjar_pranowo Bicara soal Tembakau, Minggu (3/10/2021).

Namun ternyata, di tengah upaya mengajak petani mengganti komoditas yang ditanam dari tembakau ke kopi dan kayu manis tersebut pemerintah justru membuka pintu impor termbakau lebar-lebar.  Terbukti dari dana impor tembakau terus meningkat.

Di 2015 misalnya, impor tembakau itu kira-kira 75 ribu ton. Untuk tahun 2016 naik jadi kurang lebih 80 rib ton. Angka tersebut terus naik di  2017 dengan kisaran 119,5 ribu ton. Di tahun 2018 pun juga demikian menjadi 121 ribu ton.

“Diakui atau tidak, para petani telah jadi salah satu tumpuan perekonomian negara ini. Jangan sampai mereka merasa sedih, mereka merasa tidak diperhatikan, dan terus-terusan mereka merasa “kok nasibku begini ya”,” ujarnya.

Sebagai perbandingan saja, ketika 2020 lalu, sektor migas berkontribusi kira-kira Rp 96 triliun pada penerimaan negara. Sementara tembakau berkontribusi lebih besar sekitar Rp 170 triliun.

“Pada bulan Agustus kemarin Pemerintah Pusat menargetkan kenaikan cukai pada 2022 menjadi sekitar Rp 203 triliun dan itu jadi target yang luar biasa,” ujarnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Petani Was-Was

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Petani Tembakau (Foto:Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Tapi sisi lain, petani tembakau saat ini justru merasa was-was karena harus berhadapan dengan laju gelombang impor tembakau yang semakin besar.

Menurutnya, jika memang pendapatan negara yang luar biasa besar dari pabrik rokok dan cukai rokok dianggap sudah tidak penting apakah perlu juga untuk menutup seluruh pabrik rokok uang ada di Indonesia.

“Apa mau seperti itu? atau kita akan melarang pertanian tembakau, lalu mengalihkan petani ke komoditas lainnya? lalu tutup semua pabrik rokok. Rasa-rasanya kok tidak ya, tapi kalau masih kita perlukan ya ayo! Kita rawat heritage ini, kita lindungi petani, dan optimalkan industrinya,” ungkapnya.

Sebab bicara tembakau sebenarnya tidak hanya menyangkut rokok, menurut Ganjar kita bisa mengeksplorasi lebih jauh lagi soal tembakau ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya