Liputan6.com, Jakarta - Anggota DPR dari Partai Gerindra, Wihadi Wiyanto meminta kepada pemerintah untuk membuat aturan yang melarang penjualan rokok secara ketengan. Hal ini sebagai aturan tambahan kenaikan cukai rokok. Alasannya, meski harga rokok telah dibuat mahal, namun tetap bisa diakses dengan cara membeli satuan.
"Regulasi ini belum jelas, harusnya dilarang juga jual rokok ketengan," kata Wihadi dalam rapat kerja Komisi XI DPR dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (15/12/2021).
Menurutnya, saat ini banyak perokok anak atau perokok di usia muda membeli rokok ketengan di warung-warung. Hal ini karena kemampuan finansial anak-anak memang belum bisa membeli langsung satu bungkus. Kalau pun mereka membeli satu bungkus kemungkinan membeli secara urunan.
Advertisement
"Anak-anak ini biasa beli rokok ketengan atau mereka beli patungan," kata dia.
Baca Juga
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sanksi Tegas
Selain itu, pemerintah juga harus mengeluarkan kebijakan yang melarang penjualan rokok kepada anak-anak. Perlu ada kebijakan yang tegas bagi penjual rokok yang menjual kepada anak-anak seperti yang dilakukan Malaysia. Namun dari kebijakan yang dikeluarkan pemerintah masih belum mengarah ke sana.
"Kalau jual rokok ke anak-anak, penjualnya ini disanksi," kata dia.
Cara di Jepang mengendalikan konsumsi tembakau juga bisa ditiru pemerintah. Seperti menaikkan harga rokok setinggi-tingginya. Hanya saja cara ini harus dibarengi dengan kesiapan diserfikasi petani tembakau ke jenis tanaman lainnya.
Kenaikan tarif cukai rokok juga berpotensi beredarnya rokok ilegal. Penanganannya seharusnya tidak dilakukan Dirjen Bea dan Cukai tapi melibatkan aparat penegak hukum.
Selain itu, tarif cukai rokok juga memberikan kontribusi bagi pendapatan negara. Hanya saja tetap memberikan dampak ketimpangan sosial. Tercermin dari para pemilik perusahaan rokok yang semakin kaya sedangkan para petani tembakau hidup jauh dari kata cukup.
"Kalau pemilik perusahaan rokok besar ini jadi konglomerat, tapi petaninya ini sangat-sangat sulit. Ini harus diatur yang adil antara pengusaha besar dan petani di lapangan," kata dia mengakhiri.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement