Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat depresiasi mata uang negara tetangga seperti Malaysia, India, dan Filipina. Per 15 Desember 2021, rupiah mencatat depresiasi sebesar 1,97 persen year-to-date (YTD).
“Lebih rendah dibanding depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti India yang mengalami depresiasi 3,93 persen YTD, Filipina 4,51 persen YTD, dan Malaysia 4,94 persen YTD,” terang Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (16/12/2021).
Dengan capaian ini, Perry menyebut kedepannya BI akan terus menguatkan kebijakan stabilisasi nilai tukar sesuai dengan fundamental. Serta bekerjanya mekanisme pasar melalui peningkatan penguatan efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar.
Advertisement
Pada kesempatan itu, ia pun menyebut nilai tukar rupiah tetap terjaga didukung ketahanan sektor eksternal Indonesia. Di samping langkah-langkah stabilisasi yang dilakukan BI di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih berlanjut.
“Nilai tukar rupiah pada 15 Desember melemah secara terbatas yaitu 0,07 persen secara point-to-point dan 0,7 persen secara rerata Dibandingkan level november 2021,” katanya.
“Perkembangan nilai tukar rupiah tersebut didorong oleh aliran modal keluar dari negara berkembang di tengah terjaganya pasokan valas domestik dan persepsi positif terhadap perekonomian Indonesia,” imbuh Perry.
Baca Juga
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Cadangan Devisa
Pada paparannya, ia menyebutkan cadangan devisa Indoneisa pada 2021 meningkat USD 145,9 Miliar. angka ini setara dengan pembiayaan 8,3 bulan impor atau 8,1 impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
“Dan tingkat cadangan devisa ini jauh diatas internasional setara 3 bulan impor,” katanya.
Kinerja transaksi berjalan pada tahun 2021 diperkirakan membaik didorong oleh surplus neraca pembayaran yang berlanjut.
“Neraca perdagangan November 2021 mencatat surplus USD3,5 Miliar, didukung kinerja ekspor komoditas utama, seperti batubara besi dan baja dan kimia organik,” kata dia.
Kedepannya, ia memprediksi transaksi berjalan akan tetap membaik dengan kisaran surplus 0,3 sampai dengan defisit 0,5 persen dari PDB tahun 2021. “dan juga akan tetap rendah dalam kisaran defisit 1,1 persen sampai 1,9 persen dari PDB pada 2022,” kata dia.
Sementara itu terdapat Penyesuaian aliran modal asing di pasar keuangan domestik tercermin dari investasi portofolio yang mencatat net outflow sebesar USD 2,3 miliar pada periode Oktober hingga 14 Desember 2021.
Advertisement